Monday, 17 August 2015

MAKALAH
KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Untuk memenuhi tugas mata kuliah :
EKONOMI MAKRO ISLAM
DOSEN PEMBIMBING : Hj. Amalia Nuril Hidayati,SE, M.SY

OLEH :
1.    Rohana Mega Seinendra (2823133140)
2.    Veri Cahyono (28231331
3.    Nining Puji Lestari (28231331



PS IV E / FEBI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN )
TULUNGAGUNG 2014

KATA PENGANTAR

Puji sukur atas nikmat Allah swt.Yang telah memberikan nikmat yang luar biasa sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah kami yang Berjudul “Kebijakan Moneter Islam” dengan tepat waktu.Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah “Ekonomi Makro islam”  oleh  Ibu. Hj. Amalia Nuril Hidayati,SE ,M.Sy dan  pihak-pihak  yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini . Karena kami sadar bahwa tanpa pihak-pihak lain kami belum tentu dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Semoga Makalah ini dapat sedikit membantu proses dalam menambah pengetahuan dan dapat bermanfaat dengan baik

                                                                                    Tulungagung,10 maret 2015

                                                                                                            Penulis



 Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………….1
a.       Latar Belakang…………………………………………………………………………… 1
b.      Rumusan Masalah…………………………………………………………………………1
c.       Tujuan……………………………………………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………. 2
a.       Definisi Kebijakan Moneter……………………………………………………………………... ….2

b.      Kebijakan Moneter Konvensional………………..………………………………………………. ….4
c.       Kebijakan moneter Rasululloh.……………………………………………………………………….5
d.      Manajemen Kebijakan Moneter Konvensional dan Islam………………………………………………………………………………………..………8
e.       Instrumen Kebijakan Moneter Konvensional dan Islam ………………………………………………10
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………… 15







BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Keadilan sosio ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi, dan politik.Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya “memperkaya diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil) Al-qur’an dengan tegas memerintahkan kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara yang tidak dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT  dalam surat al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi:
 وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ {البقرة: 188}
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
            Oleh karena itu, pemakalah tertarik untuk mengupas lebih dalam mengenai pandangan Islam mengenai kebijakan moneter dalam rangka menjaga keadilan, ketentraman, dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.
B.  Rumusan masalah
·      Apa yang dinamakan Kebijakan moneter ?
·      Bagaimana kebijakan moneter konvesional dan bagaimana kebijakan moneter Rosulullah ?
·      Bagaimana manajemen Kebijakan moneter?
·      Bagaimana instrumen kebijakan moneter ?
C.  Tujuan
·                     Agar mahasiswa paham apa dinamakan Kebijakan moneter
·                     Agar mahasiswa mengetahui kebijakan moneter konvesional dan  kebijakan moneter Rosulullah
·                     Agar mahasiswa mengetahui manajemen Kebijakan moneter
·                     Agar mahasiswa instrumen kebijakan moneter


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Definisi Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
a.       Pertamapersoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
b.      Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.[1]
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)

Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). [2]
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas. Abdul QodimZallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara. Yang paling penting dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu alasasiyah) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain. Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangan/moneternya dinamakan sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya perak, dinamakan sistem uang perak. Bila satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang (emas dan perak), dinamakan sistem dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak dihubungkan secara tetap dengan emas atau perak (baik terbuat dari logam lain seperti tembaga atau dibuat dari kertas), sistem keuangannya disebut sistem fiat money. Dalam sistem dua logam, harus ditentukan suatu perbadingan yang sifatnya tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata uang emas dengan perak. Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya, dan bisa diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar'i bertanya 4,25 gram emas dan 1 dirham perak syar'iy beratnya 2,975 gram perak.
Sistem uang dua logam inilah yang diadopsi oleh Rasulullah SAW. Ketika itu kendati menggunakan sistem uang dua logam, Rasulullah SAW memang tidak mencetak dinar dan dirham emas sendiri, tapi menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia (ini juga menunjukkan bahwa sistem uang dua logam tidak eksklusif hanya dilakukan oleh ummat Islam). Demikian seterusnya, sistem dua logam itu diterapkan oleh para khalifah hingga masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (79H). Baru di masa itulah dicetak dinar dan dirham khusus dengan corak Islam yang khas. Dengan cara itu, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas atau perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya dollar Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi dan non ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak ekonomi seperti sekarang ini Insya Allah juga tidak akan terjadi. Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi. Yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu, mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya, oleh karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi yang disamping memakan investasi besar, juga waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan segera disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke pasaran. Secara demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di pasaran bisa ditekan seminimal mungkin.Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara.
Secara syar'i pemanfaatan sistem mata uang dua logam juga selaras dengan sejumlah perkara dalam Islam yang menyangkut uang. Diantaranya tentang nisab zakat harta yang 20 dinar emas dan 200 dirham perak, larangan menimbun harta (kanzu al-mal,bukan idzkar atau saving) dimana harta yang dimaksud disitu adalah emas dan perak, sebagaimanan disebut dalam Surah At Taubah 34. Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara pembunuhan (sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk dapat dijatuhi hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar keuangan (monetary standard) dalam sistem keuangan Islam adalah uang emas dan perak.
Untuk menuju sistem uang dua logam, Abdul Qodim Zallum menyarankan sejumlah hal. Diantaranya, menghentikan pencetakan uang kertas dan menggantinya dengan uang dua logam dan menghilangkan hambatan dalam ekspor dan impor emas[3]. Pemanfaatan emas sebagai mata uang tentu akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi emas (mungkin secara besar-besaran) untuk mencukupi kebutuhan transaksi yang semakin meningkat.[1]

2.      Sejarah Kebijakan Moneter
Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman Rosulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rosulallah ini relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan pada masa bani umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.
Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan bany mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang  logam emas dan perak . oleh ibnu taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas baik.
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a.       The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran
b.      The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
c.       The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak


B.  Kebijakan Moneter Konvensional
                 Kestabilan moneter negara sedang berkembang adalah statu kondisi yang memperlihatkan jumlah uang yang beredar mencukupi untuk mendukung seluruh transaksi dalam perekonomian. Dalam kondisi tersebut, jumlah uang yang beredar tidak berlebih ataupun kurang. Bilamana terjadi kekurangan atau kelebihan uang maka pemerintah harus mengambil statu tindakan atau kebijakan sehingga jumlah uang yang beredar kembali stabil.Kebijakan moneter adalah tindakan penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar.Perubahan jumlah uang yang beredar itu pada akhirnya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
     Aktivitas dari bank Sentral  :
·      Menetapkan pasar valuta asing
·      Mengkoordinasikan atau mengatur keuangan internacional.
·      Mengatur atau menjadi penjamin deposit.




C.  Kebijakan moneter Rasululloh.

                 Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak dilakukan studi empiris maupun historis bila dibandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi yang lain. Sistem keuangan pada zaman Rosullullah digunakan bimetalic Standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar dimasyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa rosullulloh ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar-dirham 1:10
                 Namur demikian, stabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequlibrum antara supply dan demand. Misalkan pada zaman pemerintahan Ummayah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami 3 kali evolusi, yaitu:
Ø The gold coin Standard
Dimana uang logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran
Ø The gold bullion Standard
Dimana logam emas bukanlah alat tukar yang beredar namun otoritas moneter menjadikan logam emas sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar
Ø  The gold exchange standard
Dimana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang dimiliki.
                 Perekonomian arab, dijamin Rosullulloh SAW bukanlah ekonomi terbelakang yang mengenal barter, pada masa itu telah terjadi:
Ø Valuta asing dari Persia dan romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat arab, bahkan menjadi alat pembayaran resminya adalah dinar dan dirham.
Ø Sistem devisa bebas ditetapkan tidak ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar dan dirham.
Ø  Cek digunakan ketika melakukan impor barang-barang dari mesir kemadinah.
                 Pada masa itu, apabila penerimaan akan uang meningkat, maka dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya bila permintaan uang turun, barang nilai emas dan perak yang terkandung dalam dinar dan dirham sam dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat dikatakan nilai penawaran uang elastis. Kelebihan penawaran uang dapat diubah menjadi perhiasan emas dan perak. Tidak terjadi kelebihan atau permintaan akan uang, sehingga nilai uang stabil.
Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi, Islam tidak menggunakan instruyen bunga atau penawaran uang baru melalui percetakan déficit anggaran. Didalam Islam, yang dilakukan adalah mempercepat perputaran uang dan pembangunan infrastruktur sektor rill.

Tujuan Kebijakan Moneter.
v Secara Konvensional
     Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha.

Tujuan kebijakan moneter meliputi:
a). Stabilitas ekonomi
Suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang dan jasa dan arus uang berjalan seimbang.
b). Kesempatan verja
Desempatan verja akan meningkat apabila produksi meningkat. Peningkatan produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun keselamatan verja, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran para keryawan.
c). Kestabilan Harga dari waktu ke waktu
Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percata bahwa membeli barang pada tingkat harga yang akan datang.
d). Neraca Pembayaran Internacional
Neraca pembayaran dikatakan seimbang apabila jumlah nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor.
Misalnya: pemerintah melakukan devaluasi (penurunan nilai uang dalam negri terhadap uang luar negri)
v Secara Ekonomi Islam
Tujuan kebijakan moneter dalam ekonomi Islam adalah:
ü Dapat mengetahui lebih mendalam bagaimana mekanisme uang, bagi hasil dan lembaga keuangan.
ü  Menganalisis fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi islam berdasarkan prinsip bagi hasil:
·      Bagi hasil ditentukan besarnya rasio pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan terjadinya untung/rugi yang diperoleh.
·      Bagi hasil bergantung pada kegiatan ekonomi yang dilakukan.
ü Melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan ekonomi.
·      Menciptakan stabilitas harga, bank sentral menciptakan dan meminjamkan nominal uang kepada pemerintah untuk mengendalikan perilaku bunga.
·      Adanya keseimbangan surplus pembayaran.
D.   Manajemen Kebijakan Moneter Konvensional dan Islam
Ø Secara konvensional.
     Adanya ketidakteraturan dan hubungan antar veriabel dalam perekonomian sering kali menjadikan kita sulit untuk mengidentifikasi. Alur statu kebijakan moneter mencapai tujuannya.
Ada 2 paradigma dalam memahami mekanisme transmisi moneter:
ü Uang pasif
paradigma uang pasif percaya bahwa kesenjangan output merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi.
Dalam paradigma ini suku bunga jangka panjang pendek dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antara (intermediak objective) yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan besaran pemerintahan, kesenjangan output dan ekspetasi inflasi.
Dalam paradigma uang pasif ini uang dinyatakan sebagai variable endogen yang mana otoritas moneter tidak mempunyai kemempuan secara penuh untuk mengatur jumlah uang beredar.
Asumís yang digunakan dalam endogenous konvensional:

a.  Jumlah uang yang beredar adalah dependent terhadap tingkat suku bung. Uang adalah variable endogen.
b.  Instrumen moneter yang dijadikan sasaran operasional bank sentral bukanlah jumlah uang beredar melainkan suku bunga.
Sasaran yang ingin dicapai dalam paradigma ini adalah tercapainya target inflasi yang telah ditetapkan sebelumnya(price of targeting) dengan menggunakan sasaran suku bunga jangka pendek sebagai instrument moneternya.
ü Uang aktif
Paradigma uang aktif percaya bahwa likuiditas merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi moneter. Suku bunga dianggap sebagai mekanisme moneter.
Jumlah uang beredar merupakan sarana yang aktif dijadikan oleh pemerintah sebagai instruyen moneter dalam mengendalikan tingkat inflasi.
Sasaran pokok yang ingin dicapai dari kebijakan dengan paradigma ini adalah terkendalinya tingkat inflasi dengan menggunakan besaran moneter (jumlah uang beredar) sebagai sasaran operasionalnya.
Ø Secara Islam
     Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang tersebut lepada tujuan yang penting dan produktif.
     Dalam teori Keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulasi akan uang pada dasarnya dipengaruhi oleh keberadaan suku bunga (The theory of liquidity preference). Pergerakan suku bunga merupakan refleksi pergerakan permintaan uang untuk spekulatif. Semakin tinggi permintaan uang untuk spekulasi, maka semakin rendah tingkat bunga yang berlaku dipasar. Begitu juga sebaliknya apabila permintaan uang spekulatif menurun, maka suku bunga akan relatif meningkat.
     Penghapusan suku bunga dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur, menghilangkan insentif orang untuk memegang uang idle sehingga mendorong orang untuk melakukan:
· Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)
· Penjualan marginal
· Mudharabah
     Para pemilik dana akan menginvestasikan dananya pada kegiatan yang memberikan keuntungan terbesar (actual return), jadi semakin tinggi permintaan uang untuk investasi disector rill atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi disector rill atau kebutuhan akan persediaan dana investasi semakin besar, maka tingkat keuntungan harapan yang akan diberikan akan relatif menurun. Karena besarnya tingkat actual return ini tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga maka akanmenjadikan permintaan uang akan lebih stabil.
E.   Instrumen Kebijakan Moneter Konvensional dan Islam

v Instrumen Moneter Konvensional
                             Jumlah uang beredar dalam ekonomi, diatur oleh instrumen suku bunga dalam ekonomi modern, dan dikontrol oleh bank sentral. Ketika terjadi inflasi, bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, agar tidak banyak uang yang mengalir ke bank komersial, dan sedikit pula uang yang mengalir ke dalam ekonomi, sehingga pada akhirnya bisa menurunkan uang beredar. Bank Sentral dalam melakukan implementasi kebijakannya mempunyai empat macam instrument utama, yaitu :
a)   Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
b)    Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
c)   Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
d)   Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa himbauan/bujukan moral yang memengaruhi tindak-tanduk para bankir dan manajer senior institusi-institusi finansial dalam kegiatan operasional keseharian bisnisnya, agar searah dengan kepentingan publik/pemerintah.
v Instrumen Moneter Islami
                             Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya
                             Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
     Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam antara lain :
Ø Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.

Ø  Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
Ø Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending ( meminjamkan ), lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
Ø Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan pinjaman.
Ø Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
Ø Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar. Government Investment Certificate
                 Penjualan atau pembelian sertipikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan system bebas bunga, yang disebut GIC: Government Instrument Certificate. Kapan pun bank sentral ingin menurunkan jumlah uang beredar, sertifikat tersebut akan dijual kepada bank komersial, begitu sebaliknya, ketika bank sentral membeli sertifikat tersebut berarti bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar.
Menurut Chapra mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam harus mencakup enam elemen yaitu:
v Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional.Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money:uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit.
v Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
v Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory reserve requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini.
v Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial.
v Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank.
v Teknik Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk diantranya moral suasion atau himbauan moral.
                 Saat ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakan single banking (bank Islam saja) maupun dual banking system yang telah menciptakan dan menggunakan instrumen pengendalian moneter ataupun menggunakan surat berharga dengan underlying pada transaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi syariah yang digunakan antara lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)dan Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a.       The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran
b.      The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak.
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar: Operasi pasar terbuka (Open Market Operation), Fasilitas diskonto (Discounto Rate), Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio), Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain : 
·         Reserve Ratio
·         Moral Suassion
·         Lending Ratio,
·          Refinance Ratio,
·         Profit Sharing Ratio, 
·         Islamic Sukuk
·         Government Investment Certificate



DAFTAR PUSTAKA


Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 22
Raharja Pratama, Pengantar Ekonomi, Mandala Manurung, Jakarta, 2005, hal 269
Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 23.
Pratama Rahardja, Log cit 269-271
 Paul A. Samuelson & William D.Nordhaus, Ekonomi edisi 12, hal. 34.
 Muhammad M.Ag., Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami, Hal. 67.
Anita Rahmawati, Ekonomi Makro Islam, hal. 234-235



No comments: