MAKALAH
KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Untuk memenuhi
tugas mata kuliah
:
EKONOMI MAKRO ISLAM
DOSEN PEMBIMBING
: Hj. Amalia Nuril Hidayati,SE, M.SY
OLEH :
1. Rohana
Mega Seinendra (2823133140)
2. Veri
Cahyono (28231331
3. Nining
Puji Lestari (28231331
PS IV E / FEBI
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN )
TULUNGAGUNG 2014
KATA PENGANTAR
Puji
sukur atas nikmat Allah swt.Yang telah memberikan nikmat yang luar biasa
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah kami yang Berjudul “Kebijakan Moneter Islam” dengan tepat
waktu.Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah “Ekonomi Makro islam” oleh
Ibu. Hj. Amalia Nuril Hidayati,SE
,M.Sy dan pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini . Karena kami sadar bahwa tanpa pihak-pihak lain kami belum tentu dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Semoga
Makalah ini dapat sedikit membantu proses dalam menambah pengetahuan dan dapat
bermanfaat dengan baik
Tulungagung,10
maret 2015
Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………………………….1
a. Latar
Belakang…………………………………………………………………………… 1
b. Rumusan
Masalah…………………………………………………………………………1
c. Tujuan…………………………………………………………………………………….
1
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………. 2
a.
Definisi Kebijakan Moneter……………………………………………………………………...
….2
b.
Kebijakan Moneter Konvensional………………..……………………………………………….
….4
c. Kebijakan
moneter Rasululloh.……………………………………………………………………….5
d.
Manajemen
Kebijakan Moneter Konvensional dan Islam………………………………………………………………………………………..………8
e.
Instrumen
Kebijakan Moneter Konvensional dan Islam ………………………………………………10
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………………… 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadilan
sosio ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat Islam
yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan
sebagai fenomena yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi
manusia, sosial, ekonomi, dan politik.Di antara ajaran Islam yang paling
penting untuk menegakkan keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi
bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya “memperkaya diri secara tidak sah
(aql amwal al-nas bi al-batil) Al-qur’an dengan tegas memerintahkan kaum
muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara yang
tidak dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi:
وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم
بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا
مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ {البقرة: 188}
“Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
Oleh
karena itu, pemakalah tertarik untuk mengupas lebih dalam mengenai pandangan
Islam mengenai kebijakan moneter dalam rangka menjaga keadilan, ketentraman,
dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.
B. Rumusan masalah
·
Apa
yang dinamakan Kebijakan moneter ?
·
Bagaimana
kebijakan moneter konvesional dan bagaimana kebijakan moneter Rosulullah ?
·
Bagaimana
manajemen Kebijakan moneter?
·
Bagaimana
instrumen kebijakan moneter ?
C. Tujuan
·
Agar
mahasiswa paham apa dinamakan Kebijakan moneter
·
Agar
mahasiswa mengetahui kebijakan moneter konvesional dan kebijakan moneter Rosulullah
·
Agar mahasiswa mengetahui manajemen Kebijakan moneter
·
Agar
mahasiswa instrumen kebijakan moneter
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kebijakan Moneter
Kebijakan
Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian
melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang
hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang
tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di
seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia,
juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang
semuanya terkait dengan masalah uang.
a. Pertama, persoalan mata
uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata
uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya
sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata
uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang
tersebut.
b. Kedua, kenyataan
bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai
komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan
(interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau
penyimpanan uang.[1]
Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu:
Kebijakan
moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah
suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat
(permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.
Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)
Kebijakan
Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan
kebijakan uang ketat (tight money policy). [2]
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki
pandangan yang khas. Abdul QodimZallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan
adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara.
Yang paling penting dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar
keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu alasasiyah) dimana kepada satuan
itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain. Apabila satuan
dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangan/moneternya dinamakan
sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya perak, dinamakan sistem uang perak.
Bila satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang (emas dan perak),
dinamakan sistem dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak dihubungkan
secara tetap dengan emas atau perak (baik terbuat dari logam lain seperti
tembaga atau dibuat dari kertas), sistem keuangannya disebut sistem fiat
money. Dalam sistem dua logam, harus ditentukan suatu perbadingan yang
sifatnya tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata uang emas dengan
perak. Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya, dan
bisa diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar'i bertanya 4,25 gram
emas dan 1 dirham perak syar'iy beratnya 2,975 gram perak.
Sistem uang dua logam inilah yang diadopsi oleh
Rasulullah SAW. Ketika itu kendati menggunakan sistem uang dua logam,
Rasulullah SAW memang tidak mencetak dinar dan dirham emas sendiri, tapi
menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia (ini juga menunjukkan bahwa sistem
uang dua logam tidak eksklusif hanya dilakukan oleh ummat Islam). Demikian
seterusnya, sistem dua logam itu diterapkan oleh para khalifah hingga masa
Khalifah Abdul Malik bin Marwan (79H). Baru di masa itulah dicetak dinar dan
dirham khusus dengan corak Islam yang khas. Dengan cara itu, nilai nominal dan
nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai
nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai instrinsiknya (nilai uang
itu sebagai barang, yaitu emas atau perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar
terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya dollar Amerika naik
nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram
emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi
dan non ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak
ekonomi seperti sekarang ini Insya Allah juga tidak akan terjadi. Penurunan
nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi. Yaitu ketika nilai emas
yang menopang nilai nominal dinar itu, mengalami penurunan (biasa disebut
inflasi emas). Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tapi
keadaan ini kecil sekali kemungkinannya, oleh karena penemuan emas
besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi yang
disamping memakan investasi besar, juga waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini
terjadi, emas temuan itu akan segera disimpan menjadi cadangan devisa negara,
tidak langsung dilempar ke pasaran. Secara demikian pengaruh penemuan emas
terhadap penurunan nilai emas di pasaran bisa ditekan seminimal
mungkin.Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara.
Secara syar'i pemanfaatan sistem mata uang dua logam juga
selaras dengan sejumlah perkara dalam Islam yang menyangkut uang. Diantaranya
tentang nisab zakat harta yang 20 dinar emas dan 200 dirham perak, larangan
menimbun harta (kanzu al-mal,bukan idzkar atau saving) dimana
harta yang dimaksud disitu adalah emas dan perak, sebagaimanan disebut dalam
Surah At Taubah 34. Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara
pembunuhan (sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk
dapat dijatuhi hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar
keuangan (monetary standard) dalam sistem keuangan Islam
adalah uang emas dan perak.
Untuk menuju sistem uang dua logam, Abdul Qodim Zallum
menyarankan sejumlah hal. Diantaranya, menghentikan pencetakan uang kertas dan menggantinya
dengan uang dua logam dan menghilangkan hambatan dalam ekspor dan impor emas[3]. Pemanfaatan emas sebagai mata uang tentu
akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi emas (mungkin secara besar-besaran)
untuk mencukupi kebutuhan transaksi yang semakin meningkat.[1]
2. Sejarah Kebijakan
Moneter
Sistem
moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan
inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di
bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman
Rosulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan
dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di
masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rosulallah ini relative stabil
dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs
pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand.
Misalkan pada masa bani umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham
1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran
1:15.
Pada
masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling
rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan
mengakibatkan terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan
menggantikan uang kualitas baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di
sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan bany
mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus (tembaga)
mendesak keberadaan uang logam emas dan perak . oleh ibnu taimiyah
di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang
kualitas baik.
Perkembangan
emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a. The
gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang
aktif dalam peredaran
b. The
gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter
dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
c. The
gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter
menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di
back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan
sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit
money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak
B. Kebijakan Moneter Konvensional
Kestabilan moneter negara
sedang berkembang adalah statu kondisi yang memperlihatkan jumlah uang yang
beredar mencukupi untuk mendukung seluruh transaksi dalam perekonomian. Dalam
kondisi tersebut, jumlah uang yang beredar tidak berlebih ataupun kurang. Bilamana
terjadi kekurangan atau kelebihan uang maka pemerintah harus mengambil statu
tindakan atau kebijakan sehingga jumlah uang yang beredar kembali stabil.Kebijakan moneter adalah tindakan
penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang
beredar.Perubahan jumlah uang yang beredar itu pada akhirnya akan mempengaruhi
kegiatan ekonomi masyarakat.
Aktivitas dari bank Sentral :
·
Menetapkan pasar valuta asing
·
Mengkoordinasikan atau mengatur keuangan internacional.
·
Mengatur atau menjadi penjamin deposit.
C. Kebijakan moneter Rasululloh.
Sistem moneter sepanjang zaman
telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak
dilakukan studi empiris maupun historis bila dibandingkan dengan disiplin ilmu
ekonomi yang lain. Sistem keuangan pada zaman Rosullullah digunakan bimetalic
Standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat
pembayaran yang sah dan beredar dimasyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada
masa rosullulloh ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar-dirham 1:10
Namur
demikian, stabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequlibrum antara supply dan demand.
Misalkan pada zaman pemerintahan Ummayah (41/662-132/750) rasio kurs antara
dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada
kisaran 1:15.Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar
mengalami 3 kali evolusi, yaitu:
Ø
The gold coin Standard
Dimana uang logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran
Dimana uang logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran
Ø
The gold bullion Standard
Dimana logam emas bukanlah alat tukar yang beredar namun otoritas moneter menjadikan logam emas sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar
Dimana logam emas bukanlah alat tukar yang beredar namun otoritas moneter menjadikan logam emas sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar
Ø
The gold exchange
standard
Dimana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang dimiliki.
Dimana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang dimiliki.
Perekonomian arab, dijamin
Rosullulloh SAW bukanlah ekonomi terbelakang yang mengenal barter, pada masa
itu telah terjadi:
Ø
Valuta asing dari Persia dan romawi yang dikenal oleh seluruh
lapisan masyarakat arab, bahkan menjadi alat pembayaran resminya adalah dinar
dan dirham.
Ø
Sistem devisa bebas ditetapkan tidak ada halangan sedikitpun
untuk mengimpor dinar dan dirham.
Ø
Cek digunakan ketika melakukan
impor barang-barang dari mesir kemadinah.
Pada masa itu, apabila
penerimaan akan uang meningkat, maka dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya bila
permintaan uang turun, barang nilai emas dan perak yang terkandung dalam dinar
dan dirham sam dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat dikatakan nilai
penawaran uang elastis. Kelebihan penawaran uang dapat diubah menjadi perhiasan
emas dan perak. Tidak terjadi kelebihan atau permintaan akan uang, sehingga
nilai uang stabil.
Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi, Islam tidak menggunakan instruyen bunga atau penawaran uang baru melalui percetakan déficit anggaran. Didalam Islam, yang dilakukan adalah mempercepat perputaran uang dan pembangunan infrastruktur sektor rill.
Tujuan Kebijakan Moneter.
Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi, Islam tidak menggunakan instruyen bunga atau penawaran uang baru melalui percetakan déficit anggaran. Didalam Islam, yang dilakukan adalah mempercepat perputaran uang dan pembangunan infrastruktur sektor rill.
Tujuan Kebijakan Moneter.
v
Secara Konvensional
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha.
Tujuan kebijakan moneter meliputi:
a). Stabilitas
ekonomi
Suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang dan jasa dan arus uang berjalan seimbang.
Suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang dan jasa dan arus uang berjalan seimbang.
b). Kesempatan
verja
Desempatan verja akan meningkat apabila produksi meningkat. Peningkatan produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun keselamatan verja, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran para keryawan.
Desempatan verja akan meningkat apabila produksi meningkat. Peningkatan produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun keselamatan verja, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran para keryawan.
c). Kestabilan
Harga dari waktu ke waktu
Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percata bahwa membeli barang pada tingkat harga yang akan datang.
Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percata bahwa membeli barang pada tingkat harga yang akan datang.
d). Neraca
Pembayaran Internacional
Neraca pembayaran dikatakan seimbang apabila jumlah nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor.
Misalnya: pemerintah melakukan devaluasi (penurunan nilai uang dalam negri terhadap uang luar negri)
Neraca pembayaran dikatakan seimbang apabila jumlah nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor.
Misalnya: pemerintah melakukan devaluasi (penurunan nilai uang dalam negri terhadap uang luar negri)
v
Secara Ekonomi Islam
Tujuan kebijakan moneter dalam ekonomi Islam adalah:
Tujuan kebijakan moneter dalam ekonomi Islam adalah:
ü
Dapat mengetahui lebih mendalam bagaimana mekanisme uang,
bagi hasil dan lembaga keuangan.
ü
Menganalisis fenomena
moneter dalam kaitannya dengan efek kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi
islam berdasarkan prinsip bagi hasil:
·
Bagi hasil ditentukan besarnya rasio pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan terjadinya untung/rugi yang diperoleh.
·
Bagi hasil bergantung pada kegiatan ekonomi yang dilakukan.
ü
Melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam
rangka menumbuhkan ekonomi.
·
Menciptakan stabilitas harga, bank sentral menciptakan dan
meminjamkan nominal uang kepada pemerintah untuk mengendalikan perilaku bunga.
·
Adanya keseimbangan surplus pembayaran.
D. Manajemen
Kebijakan Moneter Konvensional dan Islam
Ø
Secara konvensional.
Adanya ketidakteraturan dan hubungan antar veriabel dalam perekonomian sering kali menjadikan kita sulit untuk mengidentifikasi. Alur statu kebijakan moneter mencapai tujuannya.
Ada 2 paradigma dalam memahami mekanisme transmisi moneter:
Adanya ketidakteraturan dan hubungan antar veriabel dalam perekonomian sering kali menjadikan kita sulit untuk mengidentifikasi. Alur statu kebijakan moneter mencapai tujuannya.
Ada 2 paradigma dalam memahami mekanisme transmisi moneter:
ü
Uang pasif
paradigma uang pasif percaya bahwa kesenjangan output merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi.
Dalam paradigma ini suku bunga jangka panjang pendek dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antara (intermediak objective) yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan besaran pemerintahan, kesenjangan output dan ekspetasi inflasi.
Dalam paradigma uang pasif ini uang dinyatakan sebagai variable endogen yang mana otoritas moneter tidak mempunyai kemempuan secara penuh untuk mengatur jumlah uang beredar.
Asumís yang digunakan dalam endogenous konvensional:
paradigma uang pasif percaya bahwa kesenjangan output merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi.
Dalam paradigma ini suku bunga jangka panjang pendek dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antara (intermediak objective) yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan besaran pemerintahan, kesenjangan output dan ekspetasi inflasi.
Dalam paradigma uang pasif ini uang dinyatakan sebagai variable endogen yang mana otoritas moneter tidak mempunyai kemempuan secara penuh untuk mengatur jumlah uang beredar.
Asumís yang digunakan dalam endogenous konvensional:
a. Jumlah
uang yang beredar adalah dependent terhadap tingkat suku bung. Uang adalah
variable endogen.
b. Instrumen moneter yang dijadikan sasaran operasional bank sentral bukanlah jumlah uang beredar melainkan suku bunga.
Sasaran yang ingin dicapai dalam paradigma ini adalah tercapainya target inflasi yang telah ditetapkan sebelumnya(price of targeting) dengan menggunakan sasaran suku bunga jangka pendek sebagai instrument moneternya.
b. Instrumen moneter yang dijadikan sasaran operasional bank sentral bukanlah jumlah uang beredar melainkan suku bunga.
Sasaran yang ingin dicapai dalam paradigma ini adalah tercapainya target inflasi yang telah ditetapkan sebelumnya(price of targeting) dengan menggunakan sasaran suku bunga jangka pendek sebagai instrument moneternya.
ü
Uang aktif
Paradigma uang aktif percaya bahwa likuiditas merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi moneter. Suku bunga dianggap sebagai mekanisme moneter.
Jumlah uang beredar merupakan sarana yang aktif dijadikan oleh pemerintah sebagai instruyen moneter dalam mengendalikan tingkat inflasi.
Sasaran pokok yang ingin dicapai dari kebijakan dengan paradigma ini adalah terkendalinya tingkat inflasi dengan menggunakan besaran moneter (jumlah uang beredar) sebagai sasaran operasionalnya.
Paradigma uang aktif percaya bahwa likuiditas merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi moneter. Suku bunga dianggap sebagai mekanisme moneter.
Jumlah uang beredar merupakan sarana yang aktif dijadikan oleh pemerintah sebagai instruyen moneter dalam mengendalikan tingkat inflasi.
Sasaran pokok yang ingin dicapai dari kebijakan dengan paradigma ini adalah terkendalinya tingkat inflasi dengan menggunakan besaran moneter (jumlah uang beredar) sebagai sasaran operasionalnya.
Ø
Secara Islam
Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang tersebut lepada tujuan yang penting dan produktif.
Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang tersebut lepada tujuan yang penting dan produktif.
Dalam teori Keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulasi akan uang
pada dasarnya dipengaruhi oleh keberadaan suku bunga (The theory of liquidity preference). Pergerakan suku bunga
merupakan refleksi pergerakan permintaan uang untuk spekulatif. Semakin tinggi
permintaan uang untuk spekulasi, maka semakin rendah tingkat bunga yang berlaku
dipasar. Begitu juga sebaliknya apabila permintaan uang spekulatif menurun,
maka suku bunga akan relatif meningkat.
Penghapusan suku bunga dan adanya kewajiban pembayaran
pajak atas biaya produktif yang menganggur, menghilangkan insentif orang untuk
memegang uang idle sehingga mendorong orang untuk melakukan:
· Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)
· Penjualan marginal
· Mudharabah
· Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)
· Penjualan marginal
· Mudharabah
Para pemilik dana akan menginvestasikan dananya pada
kegiatan yang memberikan keuntungan terbesar (actual return), jadi semakin tinggi permintaan uang untuk investasi
disector rill atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi disector rill
atau kebutuhan akan persediaan dana investasi semakin besar, maka tingkat
keuntungan harapan yang akan diberikan akan relatif menurun. Karena besarnya
tingkat actual return ini tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga maka akanmenjadikan
permintaan uang akan lebih stabil.
E. Instrumen
Kebijakan Moneter Konvensional dan Islam
v
Instrumen Moneter Konvensional
Jumlah uang beredar
dalam ekonomi, diatur oleh instrumen suku bunga dalam ekonomi modern, dan
dikontrol oleh bank sentral. Ketika terjadi inflasi, bank sentral menaikkan
suku bunga untuk mengendalikan inflasi, agar tidak banyak uang yang mengalir ke
bank komersial, dan sedikit pula uang yang mengalir ke dalam ekonomi, sehingga
pada akhirnya bisa menurunkan uang beredar. Bank Sentral dalam melakukan
implementasi kebijakannya mempunyai empat macam instrument utama, yaitu :
a)
Kebijakan Pasar terbuka. (Open
Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual surat berharga atau
obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai uang maka
bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah
uang beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
b)
Penentuan Cadangan
Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya menentukan angka
rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank (demand
deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral
menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat
menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
c)
Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana
bagi bank-bank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the
last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan
tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek
yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap
pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial
tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif
rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai
kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
d)
Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat
persuasif berupa himbauan/bujukan moral yang memengaruhi tindak-tanduk para
bankir dan manajer senior institusi-institusi finansial dalam kegiatan
operasional keseharian bisnisnya, agar searah dengan kepentingan
publik/pemerintah.
v
Instrumen Moneter Islami
Walaupun pencapaian
tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip,
moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan
target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen
tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai
nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan
dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan
kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga
sebagai target/sasaran operasionalnya
Dalam ekonomi
Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan
kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan instrumen yang
bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam.
Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan
oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan
sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam
ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa
instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam antara lain :
Ø
Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang
harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin
mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen
menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi
lebih sedikit, begitu sebaliknya.
Ø
Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk
bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka
ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka
uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
Ø
Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada
istilah Lending ( meminjamkan ), lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul
Hasan (pinjaman kebaikan).
Ø
Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari
pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio meningkat, pembiayaan yang
diberikan meningkat, dan ketika refinance ratio turun, bank komersial harus
hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan pinjaman.
Ø
Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit
sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Bank sentral
dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana ketika
bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan
untuk nasabah akan ditingkatkan.
Ø
Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah
akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank
sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas
untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar. Government Investment
Certificate
Penjualan atau pembelian
sertipikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut sebagai Treasury
Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh bank
sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga
meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam Islam, maka
sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan system bebas bunga, yang
disebut GIC: Government Instrument Certificate. Kapan pun bank sentral ingin
menurunkan jumlah uang beredar, sertifikat tersebut akan dijual kepada bank
komersial, begitu sebaliknya, ketika bank sentral membeli sertifikat tersebut
berarti bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar.
Menurut Chapra
mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam harus mencakup
enam elemen yaitu:
v
Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus
menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi
nasional.Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered
money:uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus
mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank
komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan
kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk
bank-bank komersial terutama dalam bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh
bank sentral sebagai instrument kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan
kredit.
v
Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah
tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan
kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
v
Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan
memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory
reserve requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus
membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral
harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan
oleh bank-bank komersial ini.
v
Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan
batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan
jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi
yang sehat antar bank komersial.
v
Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai. Realisasi kredit harus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi
produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat.
Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan bagi
kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati
oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang
harus ditanggung bank.
v
Teknik Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus
dilengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang
diperlukan termasuk diantranya moral suasion atau himbauan moral.
Saat ini terdapat beberapa bank
sentral, baik yang menggunakan single banking (bank Islam saja) maupun dual
banking system yang telah menciptakan dan menggunakan instrumen pengendalian
moneter ataupun menggunakan surat berharga dengan underlying pada
transaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi syariah yang digunakan antara
lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kebijakan
Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian
melalui pengaturan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu: Kebijakan moneter ekspansif (Monetary
expansive policy)dan Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary
contractive policy)
Perkembangan emas sebagai standar
dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a. The
gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang
aktif dalam peredaran
b. The
gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter
dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
The
gold exchange standard (bretton woods system):
di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan
foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di
miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah
memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak
diback-up oleh emas dan perak.
Ada
tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar:
Operasi pasar terbuka (Open Market Operation), Fasilitas diskonto (Discounto
Rate), Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio), Imbauan
Moral (Moral Persuasion)
Bank
Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam
UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Secara mendasar, terdapat beberapa
instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain :
·
Reserve Ratio.
·
Moral Suassion,
·
Lending Ratio,
·
Refinance Ratio,
·
Profit Sharing Ratio,
·
Islamic Sukuk,
·
Government Investment
Certificate
DAFTAR PUSTAKA
Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi
Makro Islami, hal. 22
Raharja Pratama, Pengantar Ekonomi,
Mandala Manurung, Jakarta, 2005, hal 269
Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi
Makro Islami, hal. 23.
Pratama Rahardja, Log cit 269-271
Paul A. Samuelson & William D.Nordhaus,
Ekonomi edisi 12, hal. 34.
Muhammad M.Ag., Kebijakan Fiskal dan Moneter
Dalam Ekonomi Islami, Hal. 67.
Anita Rahmawati, Ekonomi Makro
Islam, hal. 234-235
No comments:
Post a Comment