BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam analisa ekonomi,
permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Dalam
hukum permintaan diuraikan sifat hubungan nyata permintaan barang dengan
tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan hipotesis yang
menyatakan: "makin rendah harga suatu barang, maka makin banyak
permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang,
maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut". Sementara
dalam pemasaran produk diiperlukan sebuah keahlian dalam memasarkan produksi ,
sehingga islam hadir dengan konsep konsep pasar dimulai dari produksi
,pemasaran dan promosi sesuai dengan syariat islam.
B. RUMUSAN
MASALAH
a. Bagaimana konsep harga dalam prespektif islam?
b. Bagaimana
konsep produksi dalam islam?
c. Bagaimana
konsep pemasaran dalam islam?
d. Bagaimana
konsep promosi produk dalam islam?
C. TUJUAN
a. Mengetahui
konsep harga dalam prespektif islam
b. Mengetahui
konsep produksi dalam islam
c. Mengetahui
konsep pemasaran dalam islam
d. Mengetahui
konsep promosi produk dalam islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Harga
a. Harga Yang Adil.
Konsep tentang harga yang adil pada dasarnya telah terdapat di dalam ajaran Islam. Sekalipun penggunaan istilah tersebut sudah ada sejak awal kehadiran Islam, Ibnu Taimiyah adalah orang pertama yang memberikan perhatian khusus terhadap masalah harga yang adil. Dalam membahas persoalan harga, ia sering menggunakan dua istilah, yaitu kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Kompensasi yang setara (iwadh al-mitsl) digunakan ketika menelaah dari sisi legal etik sedangkan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi.
Konsep tentang harga yang adil pada dasarnya telah terdapat di dalam ajaran Islam. Sekalipun penggunaan istilah tersebut sudah ada sejak awal kehadiran Islam, Ibnu Taimiyah adalah orang pertama yang memberikan perhatian khusus terhadap masalah harga yang adil. Dalam membahas persoalan harga, ia sering menggunakan dua istilah, yaitu kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Kompensasi yang setara (iwadh al-mitsl) digunakan ketika menelaah dari sisi legal etik sedangkan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi.
Sedangkan harga yang setara harga
yang dibentuk oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas , yaitu pertemuan
antara kekuatan permintaan dan penawaran. Jadi berbeda dengan konsep kompensasi
yang setara, persoalan harga yang setara muncul ketika menghadapi harga yang
sebenarnya, pembelian dan pertukaran barang.
Dalam
analisa ekonomi, permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh
tingkat harganya. Dalam hukum permintaan diuraikan sifat hubungan nyata
permintaan barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya
merupakan hipotesis yang menyatakan: "makin rendah harga suatu
barang, maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya,
makin tinggi harga suatu barang, maka
makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut".
Konsep
harga yang adil menurut Ibnu Taimiyah hanya terjadi pada pasar kompetitif.
Tidak ada pengaturan yang mengganggu keseimbangan harga kecuali
jika terjadi suatu usaha-usaha yang mengganggu terjadinya keseimbangan,
yaitu kondisi dimana semua faktor produksi digunakan secara optimal
dan tidak ada idle nya .Sebab harga pasar kompetitif merupakan kecenderungan
yang wajar.Perbuatan monopoli terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi hal
yang ditentang oleh
Ibnu Taimiyah. Jika ada sekelompok
masyarakat melakukan monopili, maka wajib bagi pemerintah untuk
melakukan pengaturan (regulasi) terhadap harga.
Adanya suatu harga yang adil
merupakan pegangan yang mendasar dalam transaksi yang islami .secara umum harga
yang adil adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan
terhadap satu pihak dan pihak lain .Harga harus mencerminkan manfaat bagi kedua
pihak ,penjual mengambil keuntungan secara normal dan pembeli mendapat manfaat yang
setara dengan harga yang ditentukan ooleh penjual.[1]
b. Regulasi Harga
Regulasi harga adalah pengaturan
terhadap harga barang-barang yang dilakukan oleh pemerintah.
Regulasi ini bertujuan untuk
memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk bisa memenuhi
kebutuhan pokoknya.
"Dari Anas bin Malik ra
beliau berkata: harga barang-barang pernah mahal pada masa
Rasulullah saw, lalu orang-orang berkata: Ya Rasulullah, harga-harga
menjadi mahal, tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah saw
bersabda: Sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga, yang menahan dan
membagikan rizki, dan sesungguhnya saya
mengharapkan agar saya berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun
diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpahan
darah (pembunuhan) dan harta". (diriwayatkan oleh perawi yang lima kecuali
an Nasai )
mengharapkan agar saya berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun
diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpahan
darah (pembunuhan) dan harta". (diriwayatkan oleh perawi yang lima kecuali
an Nasai )
Ibnu Taimiyah menafsirkan hadits
tentang penolakan regulasi harga, bahwa kasus tersebut merupakan kasus yang
khusus dan bukan kasus umum. Menurutnya,harga naik karena kekuatan pasar,bukan
karena ketidaksempurnaan pasar tersebut.
Menurut Ibnu Taimiyah, hadits tersebut mengungkapkan betapa
Nabi saw tidak mau ikut campur tangan dalam masalah
regulasi harga-harga barang. Akan tetapi hal tersebut disebabkan oleh kenaikan
harga yang dipicu kondisi objektif pasar Madinah, bukan karena kecurangan
yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat Pada kondisi terjadinya ketidaksempurnaan pasar, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah.
Misalnya dalam kasus dimana suatu
komoditas kebutuhan pokok yang harganya naik akibat adanya
manipulasi atau perubahan harga yang disebabkan oleh
dorongan-dorongan monopoli . Otoritas pemerintah dalam melakukan
pengawasan harga harus dirundingkan
terlebih dahulu dengan penduduk yang berkepentingan.
Tentang ini, Ibnu Taimiyah
menjelaskan sebuah metode yang diajukan pendahulunya, Ibnu
Habib, bahwa pemerintah harus menyelenggarakan musyawarah dengan
para tokoh perwakilan dan pasar.
B.
Konsep
Produksi
Prinsip pokok yang
harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan
ekonomi. Konsep islam mengenai kesejahteraan ekonomi tidak dapat
mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum lebih luas yang menyangkut
persoalan- persoalan, tentang moral, pendidikan, agama, dan banyak hal lainnya.
v
Tanah
Islam telah mengakui tanah
sebagai suatu factor produksi. Dalam tulisan klasik, tanah yang
dianggap sebagai suatu faktor produksi penting mencakup semua sumber daya
alam yang digunakan dalam proses produksi, umpamanya permukaan bumi, kesuburan
tanah, sifat-sifat sumber-sumber daya udara, air, mineral, dan seterusnya.Baik
al-qur’an atau sunnah banyak memberikan tekanan pada pembudidayaan tanah secara
baik. Al-qur’an menaruh perhatian akan perlunya mengubah tanah kosong menjadi
kebun-kebun dengan mengadakan pengaturan pengairan dan menanaminya dengan
tanaman yang baik. Dalam al-qur’an dikatakan:
“dan
apakah mereka tidak memperhatikan bahwasannya kami menghalau hujan kebumi yang
tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan tanam-tanaman yang daripadanya
dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri......”(Q.S
As-sajadah : 27)
Aisyah meriwayatkan
bahwa nabi pernah berkata: ”siapa saja
yang menanami tanah yang tiada pemiliknya akan lebih berhak atasnya”, (HR.
bukhari). Karena islam mengakui pemilikan tanah bukan penggarap, maka
diperkenankan memberikannya pada orang lain untuk menggarapnya dengan menerima
sebagian hasilnya atau uang, akan tetapi bersamaan dengan itu dianjurkan agar
seorang yang mampu sebaiknya meminjamkan tanahnya tanpa sewa kepada
saudara-saudaranya yang miskin.Pemanfaatan dan pemeliharaan tanah sebagai
faktor produksi juga bisa dianggap sebagai sumber alam dan dapat habis dalam
kerangka suatu masyarakat ekonomi islam.
·
Tanah
sebagai sumber daya alam
Seorang muslim dapat memperoleh
hak milik atas sumber-sumber daya alam setelah memenuhi kewajibannya terhadap
masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan sumber-sumber daya alam itu dapat
menimbulkan dua komponen penghasilan, yaitu:
a.
penghasilan
dari sumber-sumber daya alam sendiri (sewa ekonomis murni)
b.
penghasilan
dari perbaikan dalam penggunaan sumber-sumber daya alam melalui kerja manusia
dan modal.
·
Tanah
sebagai sumber daya yang dapat habis
Menurut pandangan islam smber
daya yang dapat habis adalah milik generasi kini maupun generasi-generasi masa
yang akan datang. Generasi kini tidak berhak untuk menyalahgunakan
sumber-sumber daya yang dapat habis sehingga menimbulkan bahaya bagi generasi
yang akan datang.
v
Tenaga
kerja
Buruh merupakan factor produksi
yang diakui disetiap sistem ekonomi. Dalam islam, buruh bukan hanya suatu
jumlah usaha atau jasa abstrak yang yang ditawarkan untuk dijual pada para
pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang mempekerjakan buruh mempunyai
tanggung jawab moral dan sosial.Dalam islam buruh digunakan dalam arti yang
lebih luas namun lebih terbatas. Lebih luas, karena hanya memandang pada
penggunaan jasa buruh diluar batas-batas pertimbangan keuangan. Terbatas dalam
arti bahwa seorang pekerja tidak secara mitlak bebas untuk berbuat apa saja
yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu.
v
Modal
Modal telah menduduki
tempat yang khusus dalam ekonomi islam. Dalam hal ini kita cenderung menganggap
modal “Sarana produksi yang
menghasilkan”. tidak sebagai faktor produksi pokok, melainkan sebagai
suatu perwujudan tanah dan tenaga kerja.Oleh karena itu dalam suatu masyarakat
bebas bunga, modal dapat diperlakukan dalam pengertian yang digunakan dalam
produksi kapitalistik Hukuman berat bagi mereka yang menyalahgunakan kekayaan
untuk merugikan masyarakat, Allah berfirman: “Peganglah
dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, kemudian masukkanlah dia ke dalam
api neraka yang menyala-nyala, kemudian belitlah dia dengan rantai yang
panjangnya tujuh puluh hasta.” (Q.S, Al Haqqah, 69:30-32).Modal
tumbuh dari tabungan-tabungan yang memungkinkan terciptanya barang-barang
modal. Tetapi terciptanya barang-barang modal itu tergantung pada dua hal yang
berlawanan: konsumsi sekarang yang berkurang dan harapan akan produksi yang
meningkat di masa mendatang.
v
Organisasi
Dalam
suatu analisis ekonomi sekular konvensional, laba dihubungkan dengan pendapatan
seorang pengusaha. Ini dianggap sebagai imbalan manager yang bertanggung
jawab atas pengelolaan sumber-sumber daya manusia maupun bukan
manusia. Demikianlah bagaimana organisasi muncul sebagai factor produksi.
Dalam hal ini timbul pertanyaan yang menentukan: Apakah ciri khas “Islam”
mengenai organisasi sebagai factor produksi? Dan apakah ciri-ciri khusus
organisasi Islam.
Pertama, dalam ekonomi Islam yang pada hakikatnya lebih berdasarkan ekuiti
(equity-based) daripada berdasarkan pinjaman (loan-based), para manager
cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk membagi
dividen dikalangan pemegang saham atau berbagi keuntungan diantara mitra suatu
usaha ekonomi. Sifat motivasi organisasi demikian sangatlah berbeda dalam arti
bahwa mereka cenderung untuk mendorong kekuatan-kekuatan koperatif melalui
berbagai bentuk investasi berdasarkan persekutuan dalam bermacam-macam bentuk
(mudaraba, musharika, dan lain-lain).Kedua, sebagai akibatnya, pengertian
tentang keuntungan biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam kerangka ekonomi
Islam karena bunga pada modal tidak dapat dinaikan lagi.Modal manusia yang
diberikan manager harus diintegrasikan dengan modal yang berbentuk uang. Dengan
demikian pengusaha penanaman modal dan usahawan menjadi bagian terpadu
dalam organisasi di mana keuntungan biasa menjadi urusan bersama.Ketiga, karena
sifat terpadu organisasi inilah tuntutan akan integritas moral, ketepatan dan
kejujuran dalam perakunan (accounting) barangkali jauh lebih diperlukan dalam
organisasi secular mana saja, yang para pemilik modalnya mungkin bukan
merupakan bagian dari manajemen. Islam menekankan kejujuran, ketepatan dan
kesungguhan dalm urusan perdagangan, karena hal itu mengurangi biaya penyediaan
(supervisi) dan pengawasan. Yang terakhir, adalah bahwa factor manusia dalam produksi
dan strategi usaha barangkali mempunyai signifikansi lebih diakui dibandingkan
dengan strategi manajemen lainnya yang berdasarkan pada memaksimalkan
keuntungan atau penjualan.
C.
Konsep
Pemasaran Dalam islam
Menurut prinsip syariah, kegiatan pemasaran harus
dilandasi semangat beribadah kepada Tuhan Sang Maha Pencipta,
berusaha semaksimal mungkin untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk
kepentingan golongan apalagi kepentingan sendiri.
Islam menghalalkan umatnya berniaga. Bahkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang saudagar –
sangat terpandang pada zamannya. Sejak muda beliau dikenal sebagai pedagang
jujur. “Sepanjang perjalanan
sejarah, kaum Muslimin merupakan simbol sebuah amanah dan di bidang
perdagangan, mereka berjalan di atas adab islamiah,” ungkap Syekh
Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Ensiklopedi Adab Islam
Menurut Alquran dan Assunnah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengajarkan pada umatnya untuk berdagang dengan menjunjung tinggi etika
keislaman. Dalam beraktivitas ekonomi, umat Islam dilarang melakukan
tindakan bathil. Namun harus melakukan kegiatan ekonomi yang
dilakukan saling ridho, sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang
artinya, “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu dengan
jalan yangbathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS. An-Nisaa: 29)
Petunjuk Umum Al-Quran Mengenai
Pemasaran dan Penjualan
Dalam berdagang, pemasaran adalah disipilin bisnis
strategi yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan values dari
satu inisiator kepada stakeholder-nya. Menurut prinsip syariah,
kegiatan pemasaran harus dilandasi semangat beribadah kepada Tuhan
Sang Maha Pencipta, berusaha semaksimal mungkin untuk kesejahteraan bersama,
bukan untuk kepentingan golongan apalagi kepentingan sendiri.
Saat ini sering kita jumpai cara pemasaran yang tidak
etis, curang dan tidak professional. Kiranya perlu dikaji bagaimana akhlak kita
dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Atau lebih khusus lagi akhlak dalam
pemasaran kepada masyarakat dari sudut pandangan Islam. Kegiatan pemasaran
seharusnya dikembalikan pada karakteristik yang sebenarnya. Yakni religius,
beretika, realistis dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Inilah yang
dinamakan marketing syariah, dan inilah konsep terbaik marketing untuk
hari ini dan masa depan.
Prinsip marketing yang berakhlak
seharusnya kita terapkan. Apalagi nilai-nilai akhlak, moral dan etika sudah
diabaikan. Sangat dikhawatirkan bila menjadi kultur masyarakat. Perpektif
pemasaran dalam Islam adalah ekonomi Rabbani (divinity),
realistis, humanis dan keseimbangan. Inilah yang membedakan sistem ekonomi
Islam dengan sistem ekonomi konvensional. Marketing menurut
Islam memiliki nilai dan karakteristik yang menarik. Pemasaran syariah
meyakini, perbuatan seseorang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Selain
itu, marketing syariah mengutamakan nilai-nilai akhlak dan
etika moral dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, marketing syariah
menjadi penting bagi para tenaga pemasaran untuk melakukan penetrasi pasar.
marketer syariah
harus menghindari hal-hal sebagai berikut:
·
Tidak adil
dalam penentuan tarif dan uang pertanggungan;
·
Melakukan
transaksi terhadap produk yang mengandung unsur maisar, gharar, dan
riba maisar; transaksi tadlis;
·
Khianat atau
tidak menepati janji;
·
Menimbun barang
untuk menaikkan harga;
·
Menjual barang
hasil curian dan korupsi;
·
Sering melakukan
sumpah palsu atau sering berdusta;
·
Melakukan
penekanan dan pemaksaan terhadap pelanggan;
·
Mempermainkan
harga;
·
Mematikan
pedagang kecil;
·
Melakukan monopoli’s rent seeking atau
ikhtikar;
·
Melakukan suap
atau sogok untuk melancarkan kegiatan bisnis (riswah); dan
·
Melakukan
tindakan korupsi ataupun money laundry
Ada beberapa adab yang
harus dijunjung pedagang Muslim dalam menjalankan aktivitas jual-beli,
berdasarkan hadis-hadis Rasulullah, sebagai berikut:
·
Tidak menjual
sesuatu yang haram. Umat Islam dilarang menjual sesuatu yang haram seperti minuman keras
dan memabukkan, narkotika dan barang-barang yang diharamkan Allah Subhanahu
wa ta’ala. “Hasil penjualan barang-barang itu hukumnya haram dan kotor,”
·
Tidak melakukan
sistem perdagangan terlarang. Contohnya menjual yang tidak dimiliki.
Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan kamu
menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i).
Selain itu Islam juga melarang umatnya menjual buah-buahan yang belum jelas
hasilnya serta sistem perdagangan terlarang lainnya.
·
Tidak terlalu
banyak mengambil untung.
·
Tidak
membiasakan bersumpah ketika berdagang. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah kalian banyak bersumpah ketika
berdagang, sebab cara seperti itu melariskan dagangan lalu menghilangkan
keberkahannya.” (HR Muslim)
·
Tidak berbohong
ketika berdagang. Salah satu perbuatan berbohong adalah menjual barang yang
cacat namun tidak diberitahukan kepada pembelinya.
·
Penjual harus
melebihkan timbangan. Seorang pedagang sangat dilarang mengurangi timbangan.
·
Pemaaf,
mempermudah dan lemah lembut dalam berjual beli.
·
Tidak boleh
memakan dan memonopoli barang dagangan tertentu. Sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Tidaklah seorang menimbun barang melainkan
pelaku maksiat.” (HR Muslim).
D.
Promosi Produk Dalam Islam
a)
Pengertian Promosi Produk Dalam Islam
Promosi
adalah suatu pesan yang dikomunikasikan kepada calon pembeli melalui berbagai
unsur yang terdapat dalam progam.Sedangkan penjualan ialah suatu proses sosial
dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain.
b)
Pelaksanaan Promosi Menurut Prinsip-
Prinsip Dalam Islam
Dalam melihat pelaksanaan pemasaran
yang sesuai dengan prinsipprinsip Islam, maka pembahasan akan kita fokuskan
pada empat unsur penting dalam kegiatan Promosi yang menjadi sorotan utama
yaitu yang pertama adalah unsur produknya, yang kedua unsur pelakunya dan yang
ketiga adalah metode (caranya) pelaksanannya dan yang keempat adalah unsur
konsumennya.
v
Unsur Produknya
Dalam Islam terdapat produk-produk
(barang dan jasa) yang dapat dikonsumsi (Halal) dan tidak dapat dikonsumsi
(Haram) bahwa produk yang haram itu dua macam, yaitu haram karena zatnya, dan
haram karena bukan zatnya Pelarangan atau pengharaman konsumsi untuk suatu
produk bukan tanpa sebabnya. Pengharaman untuk produk karena zatnya, antara
lain karena berbahaya bagi tubuh, dan jiwa. Sedangkan pengharaman yang bukan
karena zatnya antara lain memilki kaitan langsung dalam membahayakan moral dan
spiritual. Batasan produk untuk dikosumsi tersebut antara lain
adalah
sebagai berikut :
Ø
Al-Baqarah ( 2: 168:169 ) yang
Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu
mengikuti laangkah-langkah setan; karena setan itu adalah musuh nyata bagi
kamu. Sesungguhnya setan hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan
mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Al-Baqarah (168:169)
Ø
Al-Baqarah (2) : 173 yang Artinya:” Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ( ketika disembelih) disebut
(nama ) selain Allah. Akan tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (
memakannya) sedang ia tidak menginginkannnya, dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Baqarah : 173)
Ø
Al-Maidah (5): 90 yang Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (
minuman) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib adalah
perbuatan keji termasuk permuatan setan, maka jauhilah perbuatanperbuatan itu
agar kamu beruntung.(Al-Maidah: 90)
Ø
Al-Israa (17):32 yang Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina
;sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang
buruk. (Al-Israa :32)”
v
Unsur Pelaku Promosi
Strategi promosi Rasulullah SAW
tersebut meliputi:
Ø
Memilki kepribadian spiritual
(taqwa),
Ø
Berperilaku baik dan simpatik
(siddiq),
Ø
Memilki kecerdasan dan
intelektualitias (fathanah),
Ø
Komunikatif, transparan dan
komunikatif (tablig),
Ø
Bersikap melayani dan rendah hati (Khidmah),
Ø
Jujur, terpercaya profesional,
kredibilitas dan bertanggung jawab (AlAmanah),
Ø
Tidak Suka berburuk sangka (su’uzh-zhann),
Ø
Tidak suka menjelekjelekkan
(ghibah),
Ø
Tidak melakukan sogok atau suap
(risywah)
Ø
Berbisnislah kalian secara adil,
demikian kata Allah. [2]
Dari sepuluh etika pemasar tersebut
empat diantaranya merupakan sifat Nabi SAW dalam mengelola bisnis yaitu
shiddiq, amanah, fatahanan dan tablih yang merupakan ”Key Succes Factor ”
ü
Memilki Kepribadian Spiritual
(Taqwa)
Sebuah Hadist diriwayatkan dari Umar
R.A. yang mengatakan, ”Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda: Sekiranya kalian bertawakal (menyerah) kepada Allah
SWT dengan sungguh-sungguh, Allah akan memberikan rezeki kepada kalian seperti
burung yang keluar di pagi hari dengan perut kosong (lapar), tetapi kembali di
sore hari dengan perut penuh (kenyang).
”Hadist
ini dengan jelas menerangkan bahwa betapa Allah akan memudahkan rezeki kepada
kita sepanjang kita tetap bertawakal kepada-Nya dengan sungguh-sungguh”.
ü
Berperilaku Baik dan Simpatik
(Ash-Siddiq)
Prinsip
ini harus melandasi seluruh perilaku ekonomi manusia, baik produksi, distribusi
maupun konsumsi. Nabi Muhammad SAW pada zamannya, menjadi pelopor perdagangan
berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan sehat, sehingga
ia digelar sebagai Al-Amin.
Ia
tak segan-segan mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen
yang tegas kepada para pedagang. Bagi seorang yang terlibat dalam kegiatan
pemasaran sifat Ash-Shiddiq (benar dan jujur) haruslah menjiwai seluruhya
perilakunya dalam melakukan pemasaran,
dalam
berhubungan dengan pelanggan , dalam bertranskasi dengan nasabah, dan dalam
membuat perjanjian dengan mitra bisnis. Allah SWT
berfirman
dalam surat Al-Luqman yang berbunyi :
Artinya
”Dan janganlah kamu memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan
janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong yang membanggakan diri. “Dan sederhanakanlah
kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu, sungguh seburuk-buruk suara ialah
suara keledai”. (Al-Luqman: 18-19)
Sabda
Rosulullah SAW menekankan pada aspek keindahan setiap
hasil
kerja dalam sabda berikut:
“ Dan dari muhammad ibn musanna dan Muhammad
ibn basyar dan ibrohim ibn dinar bersama yahya ibn hammad berkata: ibn musanna
bercerita dari yahya ibn hammad member kabar su’bah dari bapaknya ibn taghlib
dari fudhoilil fuqoimiyyah dari Ibrahim annakhoi daro alqomah dari Abdullah ibn
mas’ud dari nabi SAW berkata: tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya
mengatakan kebaikan seberat dzarrah sesungguhnya Allah itu indah dan dia
(Allah) menyukai keindahan”.
ü
Memilki Kecerdasan Dan
Intelektualitias ( Fathanah )
Kegiatan
ekonomi dan bisnis mengharuskan didasarkan dengan ilmu, skills, jujur, benar,
kredible dan bertanggung jawab dalam berekonomi dan berbisnis. Para pelaku
ekonomi harus cerdas dan kaya
wawasan
agar bisnis yang dijalankan efektif dan efisien dan bisa memenangkan persaingan
dan tidak menjadi korban penipuan. Dalam dunia bisnis sifat fatanah memastikan
bahwa pengelolaan bisnis,
perbankan
atau lembaga bisnis apa saja harus dilakukan secara smart dan kompetitif,
sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko yang rendah.
ü
Berbisnislah Kalian Secara Adil,
Demikian Kata Allah SWT.
Mari
kita lihat potongan firman-Nya,
”Berusahalah secara adil dan kamu
tidak boleh bertindak dengan tidak adil.”
Ini adalah salah satu bentuk akhlak
yang harus dimiliki seorang pemasar yang berbasis Islam. Berbisnis secara adil
adalah wajib hukumnya, bukan hanya imbauan dari Allah Swt. Sikap adil (Al-’Adl)
termasuk di antara nilai-nilai yang Islam. Islam telah mengharamkan setiap
hubungan bisnis yang mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan
yang teraplikasikan
dalam
setiap hubungan dagang dan kontrak-kontrak bisnis. Oleh karena itu, Islam
melarang Bai’ Al-Gharar (jual beli yang tidak jelas sifat-sifat barang yang
ditransaksikan) karena mengandung unsur ketidakjelasan yang membahayakan salah
satu pihak yang melakukan transaksi. Hal itu
akan
menjadi suatu kezaliman terhadapnya. Jika unsur Gharar (ketidak jelasan) yang
terjadi dalam transaksi bisnis terbilang kecil, hal tersebut masih dapat
ditoleransi. Akan tetapi, iika unsur gharar ini sangat besar, transaksi bisnis
tersebut terlarang dalam bisnis Syariah. Begitu pula
Islam
melarang setiap hubungan dagang yang mengandung penipuan.
ü
Komunikatif, Transparan Dan
Komunikatif (Tablig) ,.
Orang
yang memilki sifat tabligh, akan menyampaikannya dengan benar (berbobot) dan
dengan tutur kata yang tepat (Bi Al-Hikmah) bersikap melayani dan rendah hanti.
Para pelaku pemasaran harus mampu menyampaikan keungggulan-keunggulan produknya
dengan jujur dan tidak harus berbohong dan menipu pelanggan Pelaku pemasaran
harus menjadi komunikator yang baik, yang bisa bicara benar dan Bi AlHikmah
(bijaksana dan tepat dan sasaran) kepada mitra bisnisnya.
ü
Bersikap Melayani Dan Rendah Hati
(Khidmah).
Rasulullah
bersabda bahwa salah satu ciri orang beriman adalah mudah bersahabat dengan
orang lain, dan orang lain pun mudah bersahabat dengannya. Rasulullah SAW
bersabda, ”Semoga Allah
memberikan
rahmat-Nya kepada orang yang murah hati, sopan pada saat dia menjual, membeli,
atau saat menuntut haknya. ”Al-Quran memerintahkan dengan sangat ekspresif agar
kaum Muslim bersifat lembut dan sopan santun manakala berbicara dan melayani
pelanggan.
ü
Jujur, Terpercaya Profesional, Kredibilitas
Dan Bertanggung Jawab (AlAmanah).
Sifat
amanah merupakan karakter utama seorang pelaku pemasaran dan semua umat
manusia. Sifat amanah menduduki posisi yang paling penting dalam ekonomi ,
bisnis dan dunia pemasaran . Tanpaadanya amanah perjalanan dan kehidupan
pemasaran dan bisnis pasti akan mengalami kegagalan dan kehancuran. Dengan
demikian setiap pelaku pemasaran mestilah menjadi orang yang profesional dan
bertanggung jawab, sehingga ia dipercaya oleh masyarakat dan seluruh
pelanggan.
Dalam dunia bisnis Islami yang berkembang saat ini sifat amanah menjadi kunci
sukses kegiatan bisnis tersebut di masa depan
ü
Tidak Suka Berburuk Sangka
(Su’uzh-zhann)
Tidak
boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha yang lain, hanya bermotifkan
persaingan bisnis. Allah Swt. berfirman, ”Hai orangorang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Sukakah di
antara salah seorang kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?.” Dalam
haji wada’, Rasulullah Saw pernah berkhutbah di hadapan kaum muslim. Di antara
isi khutbahnya itu berbunyi, ”Sesungguhnya darah-darah dan harta-harta
kamu
haram merusakkannya, sehingga kamu haram merusak kehormatan harimu, di bulanmu
ini dan di negerimu.”
ü
Tidak Suka Menjelek-jelekkan
(Ghibah)
Penyakit
hati yang lain, selain su’uzh-zhann adalah ghibah. Dilarang ghibah (mengumpat
atau menjelek-jelekkan). Seperti firman Allah,”Dan jangan sebagian dari kamu mengumpat sebagian yang lain.” tahukah
kamu apakah yang disebut ghibah itu? Yaitu: Kamu membicarakan saudaramu tentang
sesuatu yang ia tidak menyukainya”. Kemudian Nabi ditanya: Bagaimana jika saudaraku itu memang seperti
yang saya katakan tadi? Rasulullah Saw. menjawab: ”jika padanya terdapat apa
yang kamu bicarakan itu, berarti kamu mengumpatnya (ghibah), dan jika tidak
seperti yang kamu bicarakan itu, kamu telah memfitnahnya.”Dari A’isyah ia
berkata: saya pernah berkata kepada Nabi: Kiranya engkau cukup (puas) dengan
Shafiyah begini dan begini, yakni dia itu pendek. Maka menjawab Nabi: sungguh
engkau telah berkata suatu perkataan yang andaikata engkau campur dengan air
laut, niscaya akan tercemar.”
Ghibah
adalah keinginan untuk menghancurkan orang, menodai harga diri, kemuliaan, dan
kehormatan orang lain, sedangkan mereka itu tidak ada di hadapannya. Sikap
semacam ini merupakan salah satu bentuk penghancuran karakter. Ghibah disebut
juga suatu ejekan merusak, sebab sedikit sekali orang yang lidahnya dapat
selamat dari cela dan cerca. Islam melindungi kehormatan pribadi dari suatu
pembicaraan oleh yang tidak disukainya untuk disebut-sebut dalam ghibah.
ü
Tidak Melakukan Sogok Atau Suap
(Risywah)
Dalam
Syariah, menyuap (Risywah) hukumnya haram, dan menyuap termasuk dalam kategori
makan harta orang lain dengan cara batil Allah SWT. Berfirman dalam surat (QS
Al-Baqarah [2]:188):
Artinya ”Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal
kamu mengetahui”. (QS
Al-Baqarah:188)
Kemudian
Rasulullah Saw.bersabda, ”Allah melaknat
penyuap dan penerima suap dalam hukum”. Pada hadis yang lain Rasulullah
Saw.juga mengatakan, ”Rasulullah SAW melaknat penyuap, penerima suap, dan yang
menjadi perantaranya” Karena itulah Islam mengharamkan suap
(risywah)
dan memberi peringatan keras terhadap siapa saja yang bersekutu atau bekerja
sama dalam proses penyuapan ini.
v
Kriteria Sales Promotion
A.
Pengertian Sales Promotion
Sales
promotion adalah bentuk persuasi langsung melalui pengguanaan berbagai insentif
yang dapat diatur untuk meransang pembelian produk dengan segera serta
meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan. Dengan Sales promotion
perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mendorong pelanggan membeli lebih
banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing, meningkatkan impulse buying
(pembelian tanpa rencana sebelumnya), atau mengupayakan kerja sama yang erat
dengan penngecer.Sifat-sifat yang terkandung dalam Sales promotion, diantaranya
adalah komunikasi, insentif dan undangan (invitition). Sifat komuikasi
mengandung arti bahwa Sales promotion mampu menarik perhatian konsumen dan
memberi informasi yang memperkenlakan pelanggan pada produk, sifat intensif
yaitu memberi keistimewaan dan rangsangan yang bernilai bagi pelanggan,
sedangkan sifat undangan adalah mengandung khalayak untuk membeli saat itu juga.
B.
Karater sales promotion
Adapun
karakteristik sales promotion, antara lain:
a.
Performance
Performance
ini merupakan tampilan fisik yang dapat di indra dengan mengunakan penglihatan.
Dalam prespektif ini, performance juga mengilustrasikan tentang bawahan
seseorang, pembawahan ini diukur dari penampilan fisik dan desain pakaian,
ukuran dari bawahan ini
subyektif.
Dalam Islam dinyatakan ia tidak meninggalkan aspek fisik yang indah suatu
benda. Ia mengingatkan penganutnya agar membuat sesuatu dengan baik dan
sempurna dalam setiap bidang kehidupan:
Artinya: Dan kamu lihat
gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan
sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh
tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(AnNaml)
b.
Communicating style
Communicating
style ini mutlak harus terpenuhi oleh sales promosion girls karena melalui
komunikasi ini akan mampu tercipta interaksi antar konsumen dengan sales
promosion girls. Komunikasi ini diukur dari gaya bicara dan cara berkomunikasi.
Dan pengukur atas Communicating style ini dikembalikan kepada konsumen karena
bisa bersifat obyektif. Komunikasi yang baik yaitu daya uapaya seseorang di
dalam menilai dan mencetuskan segala sesuatu dengan cara sebijaksana
mungkin.
Ini juga salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan tenaga kerja. Dalam
Al-Qur’an sifat ini dinyatakan dalam surat Yusuf:
Artinya: Berkata Yusuf:
"Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (Surat Yusuf:)
c.
Body languenge
Body
languenge ini lebih mengarah pada gerakan fisik (lemah lembut, lemah gemulai,
dan lainnya) gerak tubuh ketika menawarkan produk dan sentuhan fisik (body
touch) adalah deskripsi dari Body
languenge.
Dalam hal ini pengukuran Body languenge dikembalikan kepada konsumen karena
bisa bersifat subyektif. Kesehatan moral dan fisik mempunyai kaitan yang sangat
erat dengan kecakapan tenaga kerja. Seorang tenaga kerja sehat dan kuat lebih
cakap dari pada tenaga kerja yang lemah dan sakit. Begitu juga dengan seorang
pekerja yang jujur dan bertanggung jawab, yang menyadari tugas
dan
tanggung jawab-Nya akan bekerja lebih kuat dan tekun dan orang yang tidak kuat
dan tekun dan orang yang tidak kuat dan tidak jujur tidak akan merasa
bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Sifat-sifat
seorang pekerja digambarkan dalam Al-Qur’an seperti
kisahnya
Nabi Musa A.S. yang terdapat dalam firman Allah SWT sebagai
berikut:
Artinya: Salah seorang dari kedua
wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
(Al-qashosh:26)
Ayat
tersebut menyatakan bahwa kekuatan fisik (yaitu kesehatan) dan kejujuran
(kebagusan akhlaq) merupakan sifat yang diperlukan oleh seorang pekerja yang
cakap. Sifat tersebut dimiliki oleh Nabi Musa A.S dan justru karena hal itu
beliau dicontohkan sebagai pekerja. Kejujuran merupakan suatu unsur yang
penting dalam bekerja.
C.
Etika pemasaran dalam konteks
promosi
a.
Sarana memperkenalkan barang
b.
Informasi kegunaan dan kualifikasi barang
c.
Sarana daya tarik barang terhadap konsumen
d.
Informasi fakta yang ditopang kejujuran
Beberapa
kiat dan etika Rosululllah SAW dalam membangun citra dagangnya adalah sebagai
berikut:

Penampilan
Rosulullah SAW dalam berdagang adalah tidak membohongi pelanggan, baik
menyangkut besaran (kuantitas) maupun kualitas.

Pelanggan
yang tidak sanggup bayar kontan hendaknya diberi tempo untuk melunasi.
Selanjutnya, pengampunan (bila memungkinkan) hendaknya diberikan jika ia
benar-benar tidak sanggup membayarnya.

Menjahui
sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu barang.

Hanya
dengan kesepakatan bersama, dengan suatu usulan dan penerimaan,
penjual
akan sempurna.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Islam sangat membahas lengkap
tentang pasar termasuk dalam menentuka harga yang adil dan .Produksi apa saja yang
di perbolehkan dalam islam .Nabi Muhammad SAW pada zamannya, menjadi pelopor
perdagangan berdasarka prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan
sehat, sehingga ia digelar sebagai Al-Amin. Ia tak segan-segan
mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang tegas
kepada para pedagang. Bagi seorang yang terlibat dalam kegiatan pemasaran sifat
Ash-Shiddiq (benar dan jujur) haruslah menjiwai seluruhya perilakunya dalam
melakukan pemasaran, dalam berhubungan dengan pelanggan , dalam bertranskasi
dengan nasabah, dan dalam membuat perjanjian dengan mitra bisnis. Allah SWT .
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment