Thursday, 13 November 2014

Pemikiran Ekonomi al-ghazali

BAB I
PENDAHULUAN
a.               Latar Belakang

Dalam literatur Islam, sangat jarang ditemukan tulisan tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam atau sejarah ekonomi Islam. Buku-buku sejarah Islam atau sejarah peradaban Islam sekalipun tidak menyentuh sejarah pemikiran ekonomi Islam klasik.
Kajian yang khusus tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam adalah tulisan Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi yang berjudul, Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature , dan Artikelnya berjudul History of Islamic Economics Thought . Buku dan artikel tersebut ditulis pada tahun 1976. Paparannya tentang studi historis ini lebih banyak bersifat diskriptif. Ia belum melakukan analisa kritik, khususnya terhadap “kejahatan” intelektual yang dilakukan ilmuwan Barat yang menyembunyikan peranan ilmuwan Islam dalam mengembangkan pemikiran ekonomi, sehingga kontribusi pemikiran ekonomi Islam tidak begitu terlihat pengaruhnya terhadap ekonomi modern. 
Permasalahan dari beberapa tokoh pemikir muslim di atas, yang akan kami paparkan dalam makalah ini adalah Al Ghazali, Kami mulai dari biografi singkat sampai pemikiran-pemikiran ekonomi.

b.               Rumusan Masalah
1.         Jelaskan Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali?
2.         Jelaskan Karya- karya Imam Al- Ghazali?
3.         Jelaskan Pemikiran Ekonomi Al- Ghazali?   

            c.         Tujuan Pembahasan
1.        Menjelaskan Riwayat Hidup Imam Al- Ghazali
2.        Menjelaskan Karya- karya Imam Al- Ghazali
3.        Menjelaskan Pemikiran Ekonomi Al-Ghazali
BAB II
PEMBAHASAN

A.             Riwayat Hidup

I
mam al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 Hijrah bersamaan dengan tahun 1058 Masehi di bandat Thus, Khurasan (Iran). Beliau berkun`yah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan gelar ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan. Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Beliau berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli fikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Beliau pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 4 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.
Sifat Pribadi
Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Beliau digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Beliau sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Beliau berjaya mengusai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Beliau juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengambara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulakan pengambaraan, beliau telah mempelajari karaya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama sepuluh tahun. Beliau telah mengunjungi tempat-tempat suci yang bertaburan di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Beliau terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi berliau telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Beliau sangat kuat beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan. Kemegahan, dan kepuran-puraan dan mencari sesuatu untuk mendapat keredhaan dari Allah SWT. Beliau mempunyai keahlian dalam pelbagai bidang ilmu terutamanya fiqih, usul fiqih, dan siyasah syariah. Oleh karena itu, beliau disebut sebagai seorang faqih.


Pendidikan
Pada tingkat dasar, beliau mendapat pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan beliau menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, beliau mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih, filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, beliau melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, beliau telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad pada tahun 484 Hijrah. Kemudian beliau dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana. Beliau telah mengembara ke beberapa tempat seperti Mekkah, Madinah, Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, beliau menulis kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.[1]

B.              Karya-karya Imam Ghazali
Al-Ghazaki ddiperkirakan sudah memiliki 300 buah karya tulis yang meliputi memiliki disiplin ilmu ,seperti logika,ilmu filsafat,moral ,tafsir ,fiqih , ilmu-ilmu Al-Quran,tasawwuf , politik , administrasi , dan perilaku ekonomi .Namun demikian , yang ada hingga kini hanya 84 buah. Diantaranya adalah :
·                  ihya Ulum al-Din
·                  al-Munqidzmin al-Dhalal
·                  Tahafut al-Falasifah
·                  Minhaj al-Abidin
·                  Qawaid al-Aqaid
·                  Al-mustashfa min Ilm al-Ushul
·                  Mizan al-Amal
·                  Misykat al-Anwar
·                  Kimia al-sa’adah
·                  Al-wajiz
·                  Syifa al-ghalil
·                  Dll.[2]

C.             Pemikiran Ekonomi

Sebagaimana halnya para cendekiawan muslim terdahulu, perhatian Al- Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.Pemikiran ekonomi Al- Ghazali didasarkan pada pendekatan Tasawuf. Corak pemikiran ekonominya tersebut dituangkan dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din, al- Mustashfa, Mizan Al- ‘Amal, dan At- Tibr al Masbu fi Nasihat Al- Muluk. Dengan memperhatikan para perilaku individu yang dibahasnya menurut perspektif Al-Qur’an , sunnah dan fatwa sahabat tabi’in serta petuah- petuah para sufi terkemuka.
Menurut Mustafa Anas Zarqa, Al-Ghazali merupakan cendikiawan muslim pertama yang merumuskan  konsep fungsi kesejahteraan (maslahah) sosial yang pertama.Pemikiran sosio ekonomi Al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “ Fungsi Kesejahteraan Sosial Islami”. Menurut Al- Ghazali kesejahteraan dari semua masyarakat tergantung pada pencarian dan pemeliharan lima tujuan dasar atau maqashid assyariah.Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, tujuan utama kehidupan umat manusia adalah untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat ( maslahat al-dinwa al-dunya).
Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam sebuah kerangka hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartie yakni Daruriat, Hajiyat dan Tahsiniyat. Hierarki tersebut merupakan sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian yang disebut sebagai kebutuhan oridinal yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang- barang eksternal dan kebutuhan terhadap barang- barang psikis.
Mayoritas pembahsan Al-Ghazali mengenai berbagai permasalahan ekonomi terdapat dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din. Beberapa tema ekonomi yang dapat diangkat dari pemikiran Al-Ghazali diantaranya mencakup pertukaran sukarela dan evolusi pasar, aktivitas produksi, barter dan evolusi uang,serta peran negara dan keuangan publik.[3]

·                  Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar

Pasar merupakan suatu tempat bertemunya antara penjual dengan pembeli. Proses timbulnya pasar yang beradasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba. Tidak disangsikan lagi, Al-Ghazali tampaknya membangun dasar- dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai “ Semangat Kapitalisme”.[4]
Bagi Al-Ghazali, pasar berevolusi sebagai bagian dari ‘’hukum alam’’ segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi. Al- Ghazali jelas-jelas menyatakan “ mutualitas” dalam pertukaran ekonomi yang mengharuskan spesialisasi dan pembagian kerja menurut daerah dan sumber daya.

            a.      Permintaan, Penawaran, Harga, dan Laba

Al- Ghazali berbicara tentang “ harga yang berlaku seperti yang ditentukan oleh praktek- praktek pasar”, sebuah konsep yang dikemudian hari dikenal sebagai al-tsaman al- adil ( harga yang adil) dikalangan ilmuan muslin atau equilibrium price ( harga keseimbangan ) dari kalangan Eropa kontemporer.[5]
Beberapa paragraf dari tulisannya juga jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran yang ”naik dari kiri bawah ke kanan atas” dinyatakan oleh dia sebagai ”jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah”.  Sementara untuk kurva permintaan yang ”turun dari kiri atas ke kanan bawah”  dijelaskan oleh dia sebagai ”harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”.[6]
                      
b.      Etika Perilaku Pasar

Dalam pandangan Al- Ghazali ,fungsi pasar harus berdasarkan etika dan moral pelakunya.secara khusus memperingatkan larangan mengambil keuntungan dengan cara menimbun makanan dan barang- barang lainnya, memberikan informasi yang salah mengenai berat, jumlah dan harga barangnya.

·                  Aktivitas Produksi
Al-Ghazali memberikan perhatian yang cukup besar ketika menggambarkan berbagai macam aktivitas produksi dalam sebuah masyarakat. Ia mengklasifikasi aktivitas produksi menurut kepentingan sosialnyaa serta menitikberatkan perlunya kerjasama dan koordinasi.Fokus utamanya adalah tentang jenis aktivitas yang sesuai dengan dasar-dasar etos islam.
a.               Produksi Barang-barang Kebuuhan dasar sebagai Keajiban Sosial
Al-Ghazali menganggap kerja adalah bagian dari ibadah,ia memandang bahwa produksi barang kebutuhan dasr merupakaan kewajiban (fard al kifayah).Dalam hal ini,Negara harus bertanggung jawab dalam menjamin kebutuhan masyarakatnya dalam hal kebutuhan pokok.Disamping itu,al-ghazali beralasan bahwa ketidakseimbangan antara jumlah barang kebutuhan pokok yang tersedia dengan yang dibutuhkan cenderung akan merusak masyarakat.


b.               Hirarki Produksi
          
Klsifikasi yang diberikan Al-Ghazali mirip dengan Klasifikasi Kontemporer yakni; Premiier,Skunder,tersier. Ia membagi dalam 3 kelompok berikut :
·                  Indrustri dasar
Merupakan industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia
·                  Aktivitas penyongkong
Aktivitas yang bersifat tambahan bagi industri dasar
·                  Aktivitas kompleemeenter
Yakni aktivitas yang berkaitan dengan industry dasar

c.                Tahapan Produksi ,Spesialisasi,dan Keterkaitanya

Al-Ghazali juga mengakui adanya tahapan produksi yang beragam sebelum produk tersebut dikonsumsi.berkaitan dengan ini ia menyatakan :
“Petani meemproduksi gandum,tukang giling merubahnya menjadi tepung,lalu tukang roti membuat roti dari tepung ini”.
Al-Ghazali mengakui adanya tahapan produksi yang beragam sebelum produk dikonsumsi. Selanjutnya , ia menyadari “ kaitan” yang sering kali terdapat dalam mata rantai produksi – sebuah gagasan yang sangat dikenal dalam pembahasan kontemporer.
Tahapan dan keterkaitan produksi yang beragam mensyaratkan adanya pembagian kerja , koordinasi dan kerja sama. Ia juga menawarkan gagasan mengenai spesialisasi dan saling ketergantungan dalam keluarga.

·                  Barter dan Evolusi Uang
Al-ghazali menjelaskan bagaimana uang mengatasi permasalahan yang timbul dari system barter.ia juga mebahas berbagai akinat negative dari pemalsuan dan penurunan nilai mata uang.




a.               Problema barter dan Kebutuhan Terhadap uang
Al-Ghazali mempunyai wawasan yang sangat kompherhensif mengenai berbagai problema  barter yang dalam istilah modren disebut sebagai:
                            1)   Kurang memiliki angka penyebut yang sama( lack of common denominator)
               2)   Barang tidak dapat dibagi- bagi(indivisibility of goods) dan
               3)   Keharusan adanya dua keinginan yang sama (double coincidence of wants)
Walaupun dapat dilakukan, pertukaran barter menjadi sangat tidak efisien karena adanya perbedaan karakteristik barang- barang ( seperti unta dengan kunyit).
Fungsi uang menurut Ghazali adalah:
·                              Sebagai satuan hitung (unit of account)
·                              Media penukaran (medim of exchange)
·                              Sebagai penyimpan kekayaan (store of value)
Adapun fungsi uang yang ketiga ini menurutnya adalah bukan fungsi uang yang sesungguhnya. Sebab, ia menganggap fungsi tersebut adalah sama saja dengan penimbunan harta yang nantinya akan berakibat pada pertambahan jumlah pengangguran dalam kegiatan ekonomi dan hal tersebut merupakan perbuatan zalim

b.         Uang yang Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertentangan Dengan Ilahi
Al- Ghazali menekankan bahwa uang tidak di inginkan karena uang itu sendiri. Uang baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa tujuan satu- satunya dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang ( dinar dan dirham). Ia tidak menyukai mereka yang menimbun kepingan- kepingan uang atau mengubahnya menjadi bentuk lain.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang melakukan penimbunan uang merupaka orang yang berbuat zalim dan menghilangkan hikmah yang terkandung dalam penciptaannya. Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 24 yang artinya sbb: ”dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”

c.          Pemalsuan dan Penurunan Nilai Uang
Peredaran uang palsu, yaitu dengan kandungan emas atau perak yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah, beliau kecam keras. Menurutnya mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri 1.000 Dirham. Perbuatan mencuri adalah satu dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu adalah dosa yang terus berlipat setiap kali uang itu dipergunakan. Dengan beredarnya uang palsu maka tidak hanya satu pihak yang dirugikan, tetapi banyak pihak dan terus bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan terus bergulirnya uang palsu tersebut pindah dari satu tangan ke tangan berikutnya. Seseorang yang mendapatkan uang palsu akan mencoba untuk membelanjakan lagi uang tersebut ke orang lain dengan sembunyi-sembunyi atau menipu, karena dia tidak mau menanggung rugi, dan begitu seterusnya. Dengan demikian nilai mudharatnya bisa jadi akan lebih besar daripada uang senilai 1.000 Dirham. Implikasi makro beredarnya uang palsu ini juga akan dapat mendorong tingkat inflasi, karena akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat di luar uang resmi yang dikeluarkan pemerintah. Berikut ini kutipan pernyataan beliau :
Memasukkan uang palsu dalam peredaran merupakan suatu kezaliman yang besar. Semua yang memegangnya dirugikan… peredaran suatu dirham palsu lebih buruk daripada mencuri seribu dirham, karena tindakan mencuri merupakan sebuah dosa, yang langsung berakhir setelah dosa itu diperbuat; tetapi pemalsuan uang merupakan sesuatu yang berdampak pada banyak orang yang menggunakannya dalam transaksi selama jangka waktu yang lama.
        Selanjutnya, beliau membolehkan peredaran uang yang tidak mengandung emas dan perak, asalkan pemerintah menyatakan uang tersebut sebagai alat bayar yang resmi. Bila terjadi penurunan nilai uang akibat dari kecurangan, maka pelakunya harus dihukum. Namun apabila pencampuran logam dalam koin merupakan tindakan resmi pemerintah dan diketahui oleh semua penggunanya, maka hal tersebut dapat diterima.Kemudian, secara tidak langsung beliau membolehkan kemungkinan penggunaan uang representatif (token money). Hal tersebut dapat disimak dari pernyataan beliau berikut ini :
Zaif (suasa, logam campuran), maksudnya adalah unit uang yang sama sekal tidak mengandung perak; hanya polesan; atau dinar yang tidak mengandung emas. Jika sekeping koin mengandung sejumlah perak tertentu, tetapi dicampur dengan tembaga, dan itu merupakan koin resmi dalam Negara tersebut, maka hal ini dapat diterima, baik muatan peraknya diketahui ataupun tidak. Namun, jika koin itu tidak resmi, koin itu dapat diterima hanya jika muatan peraknya diketahui.
d.            Larangan Riba
Al- Ghazali menyatakan bahwa menetapkan bunga atas utang piutang berarti membelokkan uang darifungsi utamanya, yakni untuk mengukur kegunaan objek pertukaran. Oleh karena itu, bila jumlah uang yang diterima lebih banyak dari pada jumlah uang yang diberikan , akan terjadi perubahan standar nilai. Perubahan ini terlarang.
4.      Peranan Negara dan Keuangan Publik

Dalam hal ini, ia tidak ragu- ragu menghukum penguasa. Ia menganggab negara sebagai lembaga yang penting, tidak hanya bagi berjalannya aktifitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik, tetapi juga untuk memenuhi kewajiban sosial sebagaimana yang diatur oleh wahyu. Ia menyatakan:
“ Negara dan agama adalah tiang- tiang yang tidak dapat dipisahkan darisebuah masyarakat yang teratur. Agama adalah fondasinya , dan penguasa yang mewakili negara adalah penyebar dan pelindungnya; bila salah satu dari tiang ini lemah, masyarakat akan ambruk”

a.         Kemajuan Ekonomi Melalui Keadilan, Kedamaian dan Stabilitas
Al- Ghazali menitikberatkan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan, kedamaian dan keamanan , serta stabilitas. Ia menekankan perlunya keadilan serta “ aturan yang adil dan seimbang”.
Al- Ghazali berpendapat negara bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi yang layak untuk meningkatkan kemakmuran dan pembangunan ekonomi. Disamping itu , ia juga menulis panjang lebar mengenai lembaga al- Hisbah, sebuah badan pengawasan yang dipakai di banyak negara Islam pada waktu ini. Fungsi utama badan ini adalah untuk mengawasi praktik- raktik pasar yang merugikan.
Gambaran Al- Ghazali mengenai peranan khusus yang dimainkan oleh negara dan  penguasa dituliskan dalam sebuah buku tersendiri yang berjudul Kitab Nasihat Al- Muluk.

b.        Keuangan Publik
Al- Ghazali memberikan penjelasan yang rinci mengenai peran dan fungsi keuangan publik. Ia memperhatikan kedua sisi anggaran , baik sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran.
            1)              Sumber- sumber Pendapatan Negara
Berkaitan dengan berbagai sumber pendapatan negara, Al-Ghazali memulai dengan pembahasan mengenai pendapatan yang seharusnya dikumpulkan dari seluruh penduduk, baik muslim maupun non muslim, berdasarkan hukum Islam.
Al- Ghazali menyebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan yang halal adalah harta tanpa ahli waris pemiliknya, tidak dapat dilacak, ditambah sumbangan sedekahah atau wakaf yang tidak ada pengelolanya.
Pajak- pajak yang dikumpulkan dari non muslim berupa Ghanimah, Fai,jaziyah dan upeti atau amwal al masalih. Ghanimah  adalah pajak atas harta yang disita setelah atau selama perang.Fai adalah kepemilikan yang diperoleh tanpa melalui peperangan.jaziyah dikumpulkan dari kaum non – muslim sebagai imbalan dari dua keuntungan : pembebasan wajib militer dan perlindungan hak- hak sebagai penduduk.
Disamping itu, Al- Ghazali juga memberikan pemikiran tentang hal- hal lain yang berkaitan dengan permasalahan pajak seperti administrasi pajak dan pembagian beban diantara para pembayar pajak.
2)      Utang Publik
Dengan melihat kondisi ekonomi, Al-Ghazali mengzinkan utang publik jika memungkinkan untuk menjamin pembayaran kembali dari pendapatan dimasa yang akan datang. contoh utang seperti ini adalah revenue bonds yang digunakan secara luas oleh pemerintah pusat dan lokal di Amerika Serikat.

3)      Pengeluaran Publik
Penggambaran fungsional dari pengeluaran publik yang direkomendasikan Al- Ghazali bersifat agak luas dan longgar , yakni penegakan keadlan dan stabilitas negara, serta pengembangan suatu masyarakat yang makmur.
Mengenai pembangunan masyarakat secara umum Al- Ghazali menunjukkan perlunya membangun infrastruktur sosioekonomi.
Al- Ghazali mengakui “ Konsumsi bersama” dan aspek spill- over dari barang- barang publik. Di lain tempat ia menyatakan bahwa pengeluaran publik dapat diadakan untuk fungsi- fungsi seperti pendidikan, hukum dan administrasi publik, pertahanan dan pelayanan kesehatan. [7]



BAB III
        PENUTUP


A.       Kesimpulan

        Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam sebuah kerangka hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartie yakni Daruriat, Hajiyat dan Tahsiniyat. Beberapa tema ekonomi yang dapat diangkat dari pemikiran Al-Ghazali diantaranya mencakup pertukaran sukarela dan evolusi pasar, aktivitas produksi, barter dan evolusi uang,serta peran negara dan keuangan public. Pemikiran ekonomi Al- Ghazali didasarkan pada pendekatan Tasawuf. Corak pemikiran ekonominya tersebut dituangkan dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din, al- Mustashfa, Mizan Al- ‘Amal, dan At- Tibr al Masbu fi Nasihat Al- Muluk. Dengan memperhatikan para perilaku individu yang dibahasnya menurut perspektif Al-Qur’an , sunnah dan fatwa sahabat tabi’in serta petuah- petuah para sufi terkemuka.



                                                           Daftar Pustaka


A Karim, Adiwarman, Ekonomi islam suatu kajian kontemporer. (jakarta: gema insani press, 2004)

 A Karim, Adiwarman, Sejarah pemikiran ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2010)

http://awalludinmarifattulah.mysite.com/rich_text_12,html.12maret2014,06.00




[1] http://awalludinmarifattulah.mysite.com/rich_text_12,html.12maret2014,06.00
[2] Ir.H. Adiwarman Azwar Karim,S.E., M.B.A.,M.A.E.P,Sejarah pemikiran Ekonomi islam,(Jakarta:Pt raja Grafindo Persada:2004)hlm:281
[3] Adiwarman A Karim. Sejarah pemikiran ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2010) hal 322
[4] Ibid ,hlm.323
[5] Ibid ,hlm.325
[6] Adiwarman A Karim. Ekonomi islam suatu kajian kontemporer. (jakarta: gema insani press, 2004) hal.158
[7] Adiwarman A Karim. Sejarah pemikiran ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2010) hal 293-315

No comments: