BAB
I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Dalam
literatur Islam, sangat jarang ditemukan tulisan tentang sejarah pemikiran
ekonomi Islam atau sejarah ekonomi Islam. Buku-buku sejarah Islam atau sejarah
peradaban Islam sekalipun tidak menyentuh sejarah pemikiran ekonomi Islam
klasik.
Kajian yang khusus tentang sejarah
pemikiran ekonomi Islam adalah tulisan Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi yang
berjudul, Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature , dan
Artikelnya berjudul History of Islamic Economics Thought . Buku dan artikel
tersebut ditulis pada tahun 1976. Paparannya tentang studi historis ini lebih
banyak bersifat diskriptif. Ia belum melakukan analisa kritik, khususnya
terhadap “kejahatan” intelektual yang dilakukan ilmuwan Barat yang menyembunyikan
peranan ilmuwan Islam dalam mengembangkan pemikiran ekonomi, sehingga
kontribusi pemikiran ekonomi Islam tidak begitu terlihat pengaruhnya terhadap
ekonomi modern.
Permasalahan dari
beberapa tokoh pemikir muslim di atas, yang akan kami paparkan dalam makalah
ini adalah Al Ghazali, Kami mulai dari biografi singkat sampai
pemikiran-pemikiran ekonomi.
b.
Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali?
2.
Jelaskan Karya- karya Imam Al- Ghazali?
3.
Jelaskan Pemikiran Ekonomi Al- Ghazali?
c. Tujuan Pembahasan
1.
Menjelaskan Riwayat Hidup Imam Al- Ghazali
2.
Menjelaskan Karya- karya Imam Al- Ghazali
3.
Menjelaskan Pemikiran Ekonomi Al-Ghazali
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup
I
|
mam
al-Ghazali
dilahirkan pada tahun 450 Hijrah bersamaan dengan tahun 1058 Masehi di bandat
Thus, Khurasan (Iran). Beliau berkun`yah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau
al-Ghazali ath-Thusi berkaitan
dengan gelar ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat
kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan. Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau
bermazhab Syafi'i. Beliau berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai
cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam
Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli fikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka
yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Beliau pernah
memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian
tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 4 Jumadil Akhir tahun
505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan
di tempat kelahirannya.
Sifat Pribadi
Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat
yang kuat dan bijak berhujjah. Beliau digelar Hujjatul Islam karena
kemampuannya tersebut. Beliau sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk
dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Beliau berjaya mengusai
pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu
pengetahuan. Beliau juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk
bermusafir dan mengambara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu
pengetahuan. Sebelum beliau memulakan pengambaraan, beliau telah mempelajari
karaya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid
Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama sepuluh tahun. Beliau
telah mengunjungi tempat-tempat suci yang bertaburan di daerah Islam yang luas
seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Beliau terkenal sebagai ahli
filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil
karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi berliau telah dididik
dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya,
megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Beliau sangat kuat
beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan. Kemegahan,
dan kepuran-puraan dan mencari sesuatu untuk mendapat keredhaan dari Allah SWT.
Beliau mempunyai keahlian dalam pelbagai bidang ilmu terutamanya fiqih, usul
fiqih, dan siyasah syariah. Oleh karena itu, beliau disebut sebagai seorang faqih.
Pendidikan
Pada tingkat dasar, beliau mendapat
pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan
keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan beliau
menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam
terhadap ilmu, beliau mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul
fiqih, filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir
dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, beliau
melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu
Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam
al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, beliau telah dilantik menjadi mahaguru di
Madrasah Nizhamiah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di
Baghdad pada tahun 484 Hijrah. Kemudian beliau dilantik pula sebagai Naib
Kanselor di sana. Beliau telah mengembara ke beberapa tempat seperti Mekkah,
Madinah, Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk
mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, beliau menulis
kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan
pemikiran manusia dalam semua masalah.[1]
B.
Karya-karya Imam Ghazali
Al-Ghazaki ddiperkirakan sudah
memiliki 300 buah karya tulis yang meliputi memiliki disiplin ilmu ,seperti
logika,ilmu filsafat,moral ,tafsir ,fiqih , ilmu-ilmu Al-Quran,tasawwuf ,
politik , administrasi , dan perilaku ekonomi .Namun demikian , yang ada hingga
kini hanya 84 buah. Diantaranya adalah :
·
ihya Ulum al-Din
·
al-Munqidzmin al-Dhalal
·
Tahafut al-Falasifah
·
Minhaj al-Abidin
·
Qawaid al-Aqaid
·
Al-mustashfa min Ilm al-Ushul
·
Mizan al-Amal
·
Misykat al-Anwar
·
Kimia al-sa’adah
·
Al-wajiz
·
Syifa al-ghalil
·
Dll.[2]
C.
Pemikiran Ekonomi
Sebagaimana halnya para cendekiawan
muslim terdahulu, perhatian Al- Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak
terfokus pada satu bidang tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia.Pemikiran ekonomi Al- Ghazali didasarkan pada pendekatan Tasawuf. Corak
pemikiran ekonominya tersebut dituangkan dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din, al-
Mustashfa, Mizan Al- ‘Amal, dan At- Tibr al Masbu fi Nasihat Al- Muluk. Dengan
memperhatikan para perilaku individu yang dibahasnya menurut perspektif
Al-Qur’an , sunnah dan fatwa sahabat tabi’in serta petuah- petuah para sufi
terkemuka.
Menurut Mustafa Anas Zarqa,
Al-Ghazali merupakan cendikiawan muslim pertama yang merumuskan konsep
fungsi kesejahteraan (maslahah) sosial yang pertama.Pemikiran sosio ekonomi
Al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “ Fungsi
Kesejahteraan Sosial Islami”. Menurut Al- Ghazali kesejahteraan dari semua
masyarakat tergantung pada pencarian dan pemeliharan lima tujuan dasar atau
maqashid assyariah.Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, tujuan utama
kehidupan umat manusia adalah untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat (
maslahat al-dinwa al-dunya).
Al-Ghazali mendefinisikan aspek
ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam sebuah kerangka hierarki
utilitas individu dan sosial yang tripartie yakni Daruriat, Hajiyat dan
Tahsiniyat. Hierarki tersebut merupakan sebuah klasifikasi peninggalan tradisi
Aristotelian yang disebut sebagai kebutuhan oridinal yang terdiri dari
kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang- barang eksternal dan kebutuhan
terhadap barang- barang psikis.
Mayoritas pembahsan Al-Ghazali mengenai berbagai permasalahan ekonomi
terdapat dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din. Beberapa tema ekonomi yang dapat
diangkat dari pemikiran Al-Ghazali diantaranya mencakup pertukaran sukarela dan
evolusi pasar, aktivitas produksi, barter dan evolusi uang,serta peran negara
dan keuangan publik.[3]
·
Pertukaran
Sukarela dan Evolusi Pasar
Pasar merupakan suatu tempat
bertemunya antara penjual dengan pembeli. Proses timbulnya pasar yang
beradasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba.
Tidak disangsikan lagi, Al-Ghazali tampaknya membangun dasar- dasar dari apa
yang kemudian dikenal sebagai “ Semangat Kapitalisme”.[4]
Bagi Al-Ghazali, pasar berevolusi
sebagai bagian dari ‘’hukum alam’’ segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi
berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan
ekonomi. Al- Ghazali jelas-jelas menyatakan “ mutualitas” dalam pertukaran
ekonomi yang mengharuskan spesialisasi dan pembagian kerja menurut daerah dan
sumber daya.
a.
Permintaan, Penawaran, Harga, dan Laba
Al- Ghazali berbicara tentang “
harga yang berlaku seperti yang ditentukan oleh praktek- praktek pasar”, sebuah
konsep yang dikemudian hari dikenal sebagai al-tsaman al- adil ( harga yang
adil) dikalangan ilmuan muslin atau equilibrium price ( harga keseimbangan )
dari kalangan Eropa kontemporer.[5]
Beberapa paragraf dari tulisannya
juga jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva
penawaran yang ”naik dari kiri bawah ke kanan atas” dinyatakan oleh dia sebagai
”jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya pada
harga yang lebih murah”. Sementara untuk kurva permintaan yang ”turun
dari kiri atas ke kanan bawah” dijelaskan oleh dia sebagai ”harga dapat
diturunkan dengan mengurangi permintaan”.[6]
b.
Etika Perilaku Pasar
Dalam pandangan Al- Ghazali ,fungsi
pasar harus berdasarkan etika dan moral pelakunya.secara khusus memperingatkan
larangan mengambil keuntungan dengan cara menimbun makanan dan barang- barang
lainnya, memberikan informasi yang salah mengenai berat, jumlah dan harga barangnya.
·
Aktivitas Produksi
Al-Ghazali
memberikan perhatian yang cukup besar ketika menggambarkan berbagai macam
aktivitas produksi dalam sebuah masyarakat. Ia mengklasifikasi aktivitas
produksi menurut kepentingan sosialnyaa serta menitikberatkan perlunya
kerjasama dan koordinasi.Fokus utamanya adalah tentang jenis aktivitas yang
sesuai dengan dasar-dasar etos islam.
a.
Produksi Barang-barang Kebuuhan
dasar sebagai Keajiban Sosial
Al-Ghazali
menganggap kerja adalah bagian dari ibadah,ia memandang bahwa produksi barang
kebutuhan dasr merupakaan kewajiban (fard
al kifayah).Dalam hal ini,Negara harus bertanggung jawab dalam menjamin
kebutuhan masyarakatnya dalam hal kebutuhan pokok.Disamping itu,al-ghazali
beralasan bahwa ketidakseimbangan antara jumlah barang kebutuhan pokok yang
tersedia dengan yang dibutuhkan cenderung akan merusak masyarakat.
b.
Hirarki Produksi
Klsifikasi
yang diberikan Al-Ghazali mirip dengan Klasifikasi Kontemporer yakni;
Premiier,Skunder,tersier. Ia membagi dalam 3 kelompok berikut :
·
Indrustri
dasar
Merupakan
industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia
·
Aktivitas
penyongkong
Aktivitas
yang bersifat tambahan bagi industri dasar
·
Aktivitas
kompleemeenter
Yakni
aktivitas yang berkaitan dengan industry dasar
c.
Tahapan Produksi ,Spesialisasi,dan
Keterkaitanya
Al-Ghazali juga mengakui adanya tahapan produksi yang
beragam sebelum produk tersebut dikonsumsi.berkaitan dengan ini ia menyatakan :
“Petani
meemproduksi gandum,tukang giling merubahnya menjadi tepung,lalu tukang roti
membuat roti dari tepung ini”.
Al-Ghazali mengakui adanya tahapan
produksi yang beragam sebelum produk dikonsumsi. Selanjutnya , ia menyadari “
kaitan” yang sering kali terdapat dalam mata rantai produksi – sebuah gagasan
yang sangat dikenal dalam pembahasan kontemporer.
Tahapan dan keterkaitan produksi
yang beragam mensyaratkan adanya pembagian kerja , koordinasi dan kerja sama.
Ia juga menawarkan gagasan mengenai spesialisasi dan saling ketergantungan
dalam keluarga.
·
Barter dan Evolusi Uang
Al-ghazali menjelaskan bagaimana uang mengatasi permasalahan
yang timbul dari system barter.ia juga mebahas berbagai akinat negative dari
pemalsuan dan penurunan nilai mata uang.
a.
Problema barter dan Kebutuhan
Terhadap uang
Al-Ghazali mempunyai wawasan yang
sangat kompherhensif mengenai berbagai problema barter yang dalam istilah modren disebut
sebagai:
1)
Kurang memiliki angka penyebut yang sama( lack
of common denominator)
2)
Barang tidak dapat dibagi- bagi(indivisibility
of goods) dan
3)
Keharusan adanya dua keinginan yang sama (double
coincidence of wants)
Walaupun dapat dilakukan, pertukaran
barter menjadi sangat tidak efisien karena adanya perbedaan karakteristik
barang- barang ( seperti unta dengan kunyit).
Fungsi uang menurut Ghazali adalah:
·
Sebagai satuan hitung (unit of account)
·
Media penukaran (medim of exchange)
·
Sebagai penyimpan kekayaan (store of value)
Adapun fungsi uang yang ketiga ini menurutnya adalah
bukan fungsi uang yang sesungguhnya. Sebab, ia menganggap fungsi tersebut
adalah sama saja dengan penimbunan harta yang nantinya akan berakibat pada
pertambahan jumlah pengangguran dalam kegiatan ekonomi dan hal tersebut
merupakan perbuatan zalim
b.
Uang yang
Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertentangan Dengan Ilahi
Al- Ghazali menekankan bahwa uang
tidak di inginkan karena uang itu sendiri. Uang baru akan memiliki nilai jika
digunakan dalam suatu pertukaran. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa tujuan satu-
satunya dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang ( dinar dan
dirham). Ia tidak menyukai mereka yang menimbun kepingan- kepingan uang atau
mengubahnya menjadi bentuk lain.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa orang
yang melakukan penimbunan uang merupaka orang yang berbuat zalim dan
menghilangkan hikmah yang terkandung dalam penciptaannya. Allah berfirman dalam
surat at-Taubah ayat 24 yang artinya sbb: ”dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah
kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”
c. Pemalsuan dan
Penurunan Nilai Uang
Peredaran uang palsu, yaitu dengan
kandungan emas atau perak yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah, beliau
kecam keras. Menurutnya mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya
daripada mencuri 1.000 Dirham. Perbuatan mencuri adalah satu dosa, sedangkan
mencetak dan mengedarkan uang palsu adalah dosa yang terus berlipat setiap kali
uang itu dipergunakan. Dengan beredarnya uang palsu maka tidak hanya satu pihak
yang dirugikan, tetapi banyak pihak dan terus bertambah dari waktu ke waktu
seiring dengan terus bergulirnya uang palsu tersebut pindah dari satu tangan ke
tangan berikutnya. Seseorang yang mendapatkan uang palsu akan mencoba untuk
membelanjakan lagi uang tersebut ke orang lain dengan sembunyi-sembunyi atau
menipu, karena dia tidak mau menanggung rugi, dan begitu seterusnya. Dengan
demikian nilai mudharatnya bisa jadi akan lebih besar daripada uang senilai
1.000 Dirham. Implikasi makro beredarnya uang palsu ini juga akan dapat
mendorong tingkat inflasi, karena akan menambah jumlah uang beredar di
masyarakat di luar uang resmi yang dikeluarkan pemerintah. Berikut ini kutipan
pernyataan beliau :
Memasukkan
uang palsu dalam peredaran merupakan suatu kezaliman yang besar. Semua yang
memegangnya dirugikan… peredaran suatu dirham palsu lebih buruk daripada
mencuri seribu dirham, karena tindakan mencuri merupakan sebuah dosa, yang
langsung berakhir setelah dosa itu diperbuat; tetapi pemalsuan uang merupakan
sesuatu yang berdampak pada banyak orang yang menggunakannya dalam transaksi
selama jangka waktu yang lama.
Selanjutnya,
beliau membolehkan peredaran uang yang tidak mengandung emas dan perak, asalkan
pemerintah menyatakan uang tersebut sebagai alat bayar yang resmi. Bila terjadi
penurunan nilai uang akibat dari kecurangan, maka pelakunya harus dihukum.
Namun apabila pencampuran logam dalam koin merupakan tindakan resmi pemerintah
dan diketahui oleh semua penggunanya, maka hal tersebut dapat
diterima.Kemudian, secara tidak langsung beliau membolehkan kemungkinan
penggunaan uang representatif (token money). Hal tersebut dapat disimak
dari pernyataan beliau berikut ini :
Zaif (suasa, logam campuran), maksudnya adalah unit uang
yang sama sekal tidak mengandung perak; hanya polesan; atau dinar yang tidak
mengandung emas. Jika sekeping koin mengandung sejumlah perak tertentu, tetapi
dicampur dengan tembaga, dan itu merupakan koin resmi dalam Negara tersebut,
maka hal ini dapat diterima, baik muatan peraknya diketahui ataupun tidak.
Namun, jika koin itu tidak resmi, koin itu dapat diterima hanya jika muatan
peraknya diketahui.
d. Larangan Riba
Al- Ghazali menyatakan bahwa
menetapkan bunga atas utang piutang berarti membelokkan uang darifungsi
utamanya, yakni untuk mengukur kegunaan objek pertukaran. Oleh karena itu, bila
jumlah uang yang diterima lebih banyak dari pada jumlah uang yang diberikan ,
akan terjadi perubahan standar nilai. Perubahan ini terlarang.
4.
Peranan Negara dan Keuangan Publik
Dalam hal ini, ia tidak ragu- ragu
menghukum penguasa. Ia menganggab negara sebagai lembaga yang penting, tidak
hanya bagi berjalannya aktifitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik,
tetapi juga untuk memenuhi kewajiban sosial sebagaimana yang diatur oleh wahyu.
Ia menyatakan:
“ Negara dan agama adalah tiang-
tiang yang tidak dapat dipisahkan darisebuah masyarakat yang teratur. Agama
adalah fondasinya , dan penguasa yang mewakili negara adalah penyebar dan
pelindungnya; bila salah satu dari tiang ini lemah, masyarakat akan ambruk”
a. Kemajuan
Ekonomi Melalui Keadilan, Kedamaian dan Stabilitas
Al- Ghazali menitikberatkan bahwa
untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan,
kedamaian dan keamanan , serta stabilitas. Ia menekankan perlunya keadilan
serta “ aturan yang adil dan seimbang”.
Al- Ghazali berpendapat negara
bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi yang layak untuk meningkatkan
kemakmuran dan pembangunan ekonomi. Disamping itu , ia juga menulis panjang
lebar mengenai lembaga al- Hisbah, sebuah badan pengawasan yang dipakai di
banyak negara Islam pada waktu ini. Fungsi utama badan ini adalah untuk
mengawasi praktik- raktik pasar yang merugikan.
Gambaran Al- Ghazali mengenai
peranan khusus yang dimainkan oleh negara dan
penguasa dituliskan dalam sebuah buku tersendiri yang berjudul Kitab
Nasihat Al- Muluk.
b. Keuangan
Publik
Al- Ghazali memberikan penjelasan
yang rinci mengenai peran dan fungsi keuangan publik. Ia memperhatikan kedua
sisi anggaran , baik sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran.
1)
Sumber- sumber Pendapatan Negara
Berkaitan dengan berbagai sumber
pendapatan negara, Al-Ghazali memulai dengan pembahasan mengenai pendapatan
yang seharusnya dikumpulkan dari seluruh penduduk, baik muslim maupun non
muslim, berdasarkan hukum Islam.
Al- Ghazali menyebutkan bahwa salah
satu sumber pendapatan yang halal adalah harta tanpa ahli waris pemiliknya,
tidak dapat dilacak, ditambah sumbangan sedekahah atau wakaf yang tidak ada
pengelolanya.
Pajak- pajak yang dikumpulkan dari
non muslim berupa Ghanimah, Fai,jaziyah
dan upeti atau amwal al masalih. Ghanimah
adalah pajak atas harta yang disita setelah atau selama perang.Fai adalah kepemilikan yang diperoleh
tanpa melalui peperangan.jaziyah dikumpulkan dari kaum non – muslim sebagai
imbalan dari dua keuntungan : pembebasan wajib militer dan perlindungan hak-
hak sebagai penduduk.
Disamping itu, Al- Ghazali juga
memberikan pemikiran tentang hal- hal lain yang berkaitan dengan permasalahan
pajak seperti administrasi pajak dan pembagian beban diantara para pembayar
pajak.
2)
Utang Publik
Dengan melihat kondisi ekonomi,
Al-Ghazali mengzinkan utang publik jika memungkinkan untuk menjamin pembayaran
kembali dari pendapatan dimasa yang akan datang. contoh utang seperti ini
adalah revenue bonds yang digunakan
secara luas oleh pemerintah pusat dan lokal di Amerika Serikat.
3)
Pengeluaran Publik
Penggambaran fungsional dari
pengeluaran publik yang direkomendasikan Al- Ghazali bersifat agak luas dan
longgar , yakni penegakan keadlan dan stabilitas negara, serta pengembangan
suatu masyarakat yang makmur.
Mengenai pembangunan masyarakat
secara umum Al- Ghazali menunjukkan perlunya membangun infrastruktur
sosioekonomi.
Al- Ghazali mengakui “ Konsumsi
bersama” dan aspek spill- over dari barang- barang publik. Di lain tempat ia
menyatakan bahwa pengeluaran publik dapat diadakan untuk fungsi- fungsi seperti
pendidikan, hukum dan administrasi publik, pertahanan dan pelayanan kesehatan. [7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi
dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam sebuah kerangka hierarki utilitas
individu dan sosial yang tripartie yakni Daruriat, Hajiyat dan Tahsiniyat. Beberapa
tema ekonomi yang dapat diangkat dari pemikiran Al-Ghazali diantaranya mencakup
pertukaran sukarela dan evolusi pasar, aktivitas produksi, barter dan evolusi
uang,serta peran negara dan keuangan public. Pemikiran ekonomi Al- Ghazali
didasarkan pada pendekatan Tasawuf. Corak pemikiran ekonominya tersebut dituangkan
dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din, al- Mustashfa, Mizan Al- ‘Amal, dan At- Tibr al
Masbu fi Nasihat Al- Muluk. Dengan memperhatikan para perilaku individu yang
dibahasnya menurut perspektif Al-Qur’an , sunnah dan fatwa sahabat tabi’in
serta petuah- petuah para sufi terkemuka.
Daftar
Pustaka
A Karim, Adiwarman,
Ekonomi islam suatu kajian kontemporer. (jakarta: gema insani press, 2004)
A Karim, Adiwarman, Sejarah pemikiran ekonomi
islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2010)
http://awalludinmarifattulah.mysite.com/rich_text_12,html.12maret2014,06.00
[1] http://awalludinmarifattulah.mysite.com/rich_text_12,html.12maret2014,06.00
[2] Ir.H. Adiwarman Azwar Karim,S.E., M.B.A.,M.A.E.P,Sejarah pemikiran Ekonomi islam,(Jakarta:Pt
raja Grafindo Persada:2004)hlm:281
[3] Adiwarman A Karim. Sejarah
pemikiran ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2010) hal 322
[4] Ibid ,hlm.323
[5] Ibid ,hlm.325
[6] Adiwarman A Karim. Ekonomi
islam suatu kajian kontemporer. (jakarta: gema insani press, 2004) hal.158
[7] Adiwarman A Karim. Sejarah
pemikiran ekonomi islam. (jakarta: raja grafindo persada, 2010) hal 293-315
No comments:
Post a Comment